Gandrung: Tarian Sakral yang Menjadi Ikon Budaya Banyuwangi

Gelaran Gandrung Sewu 2023
Sumber :
  • Instagram:ipukfdani

Budaya, VIVA Banyuwangi – Gandrung, sebuah tarian tradisional yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur, telah menjadi simbol identitas budaya yang kuat bagi masyarakat Using. Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Gandrung menyimpan sejarah panjang yang mencerminkan perjuangan, spiritualitas, dan kearifan lokal masyarakat Banyuwangi.

Asal-usul Gandrung

Sejarah Gandrung dapat ditelusuri hingga abad ke-18, pada masa penjajahan Belanda. Awalnya, tarian ini merupakan ritual sakral yang dipersembahkan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran dalam mitologi Jawa. Para petani menggelar pertunjukan Gandrung sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah.

Namun, seiring waktu, fungsi Gandrung mengalami transformasi. Di era kolonial, tarian ini menjadi sarana perlawanan terselubung terhadap penjajah. Para penari Gandrung, yang umumnya perempuan, sering kali menjadi kurir informasi bagi para pejuang kemerdekaan, menyampaikan pesan-pesan rahasia melalui syair-syair yang dinyanyikan selama pertunjukan.

Elemen dan Struktur Tarian

Tarian Gandrung terdiri dari beberapa elemen khas:

1. Kostum: Penari mengenakan mahkota megah bernama Omprok, kebaya berbordir, dan kain batik khas Banyuwangi.

2. Musik: Iringan musik menggunakan gamelan Banyuwangi yang disebut Gamelan Banyuwangen, dengan instrumen utama biola, kendang, dan kluncing (triangle).

3. Struktur Pertunjukan: Tarian Gandrung biasanya terbagi menjadi tiga bagian utama:

   - Jejer: Pembukaan di mana penari mempersembahkan tarian kepada tamu kehormatan.

   - Paju: Bagian interaktif di mana penonton diundang untuk menari bersama.

   - Seblang Subuh: Penutupan yang biasanya berlangsung hingga menjelang fajar.

Di balik gerak gemulai dan syair-syair yang dilantunkan, Gandrung menyimpan filosofi mendalam. Tarian ini melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Gerakan-gerakan dalam Gandrung sering kali meniru gerak alam, seperti angin yang berhembus atau ombak yang bergulung.

Seiring perkembangan zaman, Gandrung telah mengalami berbagai adaptasi. Dari ritual sakral, ia berkembang menjadi seni pertunjukan yang populer. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bahkan menjadikan Gandrung sebagai ikon pariwisata daerah, menggelar berbagai festival dan pertunjukan kolosal seperti Gandrung Sewu yang menampilkan ribuan penari secara serentak.

Meski demikian, esensi spiritual dan kultural Gandrung tetap dijaga. Banyak sanggar tari dan komunitas budaya di Banyuwangi yang berkomitmen untuk melestarikan bentuk asli Gandrung, memastikan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak luntur oleh arus modernisasi.

Seperti banyak warisan budaya lainnya, Gandrung juga menghadapi tantangan dalam era globalisasi. Minat generasi muda terhadap seni tradisional semakin berkurang, sementara pengaruh budaya pop semakin kuat. Namun, berbagai upaya pelestarian terus dilakukan, mulai dari integrasi Gandrung dalam kurikulum sekolah hingga inovasi pertunjukan yang memadukan unsur tradisional dengan modern.

Gandrung bukan sekadar tarian; ia adalah jendela untuk memahami sejarah, spiritualitas, dan identitas masyarakat Banyuwangi. Melalui gerak, musik, dan syair, Gandrung terus menceritakan kisah perjuangan, harapan, dan kearifan lokal yang telah diwariskan selama berabad-abad. Dalam setiap pertunjukan Gandrung, kita tidak hanya menyaksikan sebuah tarian, tetapi juga merasakan denyut kehidupan dan semangat masyarakat Using yang tak pernah padam.