Mengungkap Keindahan dan Makna Pakaian Adat Aceh Timur

Mengungkap Keindahan dan Makna Pakaian Adat Aceh Timur
Sumber :
  • Kabupaten aceh timur

Wisata, VIVA Banyuwangi –Aceh Timur, surga kecil di ujung Sumatera, menyimpan kekayaan budaya yang memukau, adalah ragam hias pakaian adatnya.

Tak hanya indah dipandang, setiap helai benang dan motif pada busana tradisional ini menyimpan makna mendalam, mencerminkan filosofi hidup, status sosial, dan sejarah panjang masyarakatnya. Mari kita telusuri lebih dalam pesona warisan endatu yang mempesona ini!

Ulee Balang: Simbol Kegagahan dan Kewibawaan

"Pakaian adat Ulee Balang adalah simbol kebesaran dan kepemimpinan," ungkap Bapak Ismail, seorang budayawan Aceh Timur.

Dahulu, Ulee Balang dikenakan oleh para pemimpin dan bangsawan, menandakan status sosial dan kewibawaan mereka.

Busana pria terdiri dari baju lengan panjang, celana panjang, dan kain songket yang dililitkan di pinggang.

Sedangkan untuk wanita, terdiri dari baju kurung berlengan panjang, kain songket, dan selendang yang disampirkan di bahu.

Keunikan Ulee Balang terletak pada detail sulaman benang emas yang rumit dan hiasan kepala yang megah.

Linto Baro: Keanggunan Pengantin Aceh Timur

Linto Baro merupakan pakaian adat yang khusus dikenakan oleh pengantin pria. "Warna hitam pada Linto Baro melambangkan kebesaran dan keagungan," jelas Ibu Nurhayati, seorang pengrajin pakaian adat di Aceh Timur.

Baju ini terbuat dari kain beludru hitam yang dihiasi sulaman benang emas dengan motif flora dan fauna.

Sebagai pelengkap, pengantin pria juga mengenakan celana panjang hitam, ikat pinggang songket, dan rencong yang terselip di pinggang.

Dara Baro: Pancaran Kecantikan Pengantin Wanita

Berpasangan dengan Linto Baro, Dara Baro adalah pakaian adat untuk pengantin wanita. "Dara Baro memancarkan aura kecantikan dan keanggunan seorang pengantin," tutur Ibu Ratna, perias pengantin di Aceh Timur.

Busana ini terdiri dari baju kurung berwarna cerah, biasanya merah atau kuning, yang dihiasi sulaman benang emas.

Rok songket, selendang, dan perhiasan melengkapi penampilan mempesona sang pengantin wanita.

Baju Meukasah: Kilau Sutera dalam Balutan Adat

Baju Meukasah adalah pakaian adat yang terbuat dari kain sutera dengan warna dasar hitam. "Meukasah dianggap sebagai pakaian kebesaran dalam adat Aceh," kata Bapak Zainuddin, tokoh masyarakat Aceh Timur.

Baju ini sering dikenakan pada acara-acara penting seperti pernikahan, kenduri, dan upacara adat.

Keindahan Meukasah terpancar dari kilau kain sutera dan motif sulaman benang emas yang mewah.

Busana Nerime Jamu: Tradisi Menyambut Tamu Kehormatan

Nerime Jamu merupakan tradisi penyambutan tamu kehormatan di Aceh Timur. "Busana Nerime Jamu memiliki makna penghormatan dan keramahan kepada tamu," ujar Ibu Widi, Sekretaris Dekranasda Aceh Timur.

Busana ini didominasi warna cerah dengan motif bunga geulima yang merupakan pakem khas Aceh Timur.

Pada acara Menirin Reje atau memandikan Raja, busana Nerime Jamu juga dikenakan sebagai bentuk penghormatan kepada pemimpin.

Selain kelima pakaian adat di atas, Aceh Timur masih memiliki ragam busana tradisional lainnya yang tak kalah menarik, seperti:

  • Baju Kurung: Pakaian sehari-hari yang simpel dan elegan.
  • Celana Cekak Musang: Celana panjang khusus pria dengan bagian bawah yang menyempit.
  • Ikat Kepala: Pelengkap pakaian adat yang menandakan status sosial.
  • Perhiasan: Cincin, kalung, gelang, dan anting-anting yang mempercantik penampilan.

 

Dengan melestarikan dan mempromosikan pakaian adat, kita turut menjaga warisan budaya Indonesia agar tetap lestari dan dikenal oleh generasi mendatang.