Prof. M. Arief Amrullah: RKUHAP Harus Jadi Solusi, Bukan Tambah Masalah Baru

Prof. M. Arief Amrullah: RKUHAP Harus Jadi Solusi
Sumber :
  • Palupi Ambarwati/ VIVA Banyuwangi

Selain itu, kewenangan penyadapan dan intelijen yang diatur dalam Pasal 30B dan 30C dinilai rentan disalahgunakan tanpa pengawasan independen. "Penyadapan adalah tindakan yang menyentuh privasi individu. Jika tidak ada pengawasan ketat, ini berpotensi melanggar hak asasi manusia," tambahnya.

Reformasi Sistem Prapenuntutan

Dalam pembahasan RKUHAP, Prof. Arief menekankan pentingnya reformasi pada tahap prapenuntutan untuk memastikan proses hukum yang lebih efisien dan efektif. "Prapenuntutan seharusnya menjadi tahap koordinasi antara penyidik dan jaksa, bukan menimbulkan ketidakpastian hukum dan birokrasi berbelit," katanya.

Ia mengusulkan integrasi teknologi informasi dalam proses penyidikan dan prapenuntutan untuk menciptakan kolaborasi yang lebih baik. "Misalnya, dengan penggunaan sistem online, penyidik dan penuntut umum dapat berkomunikasi secara langsung selama proses penyidikan. Ini akan mengurangi bolak-balik pemeriksaan berkas perkara," paparnya.

Dominuslitis dan Kesetaraan Penegak Hukum

Prof. Arief juga menyoroti prinsip dominuslitis yang memberikan jaksa kewenangan penuh atas perkara. "Prinsip dominuslitis harus dimaknai dalam semangat kesetaraan. Jaksa tidak boleh dianggap lebih tinggi daripada penegak hukum lainnya," tandasnya.

Ia berharap pembahasan RKUHAP menjadi momentum untuk memperbaiki sistem hukum acara pidana di Indonesia. "Reformasi hukum yang komprehensif harus mampu menjawab permasalahan yang ada dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana," pungkasnya.