Dispendukcapil Tanggapi Kasus Pemalsuan Data E-KTP Salah Satu Perusahan Agen PMI di Banyuwangi

Gambar Ilustrasi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-EL)
Sumber :
  • Moh. Hasbi/VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi - Fenomena kasus kemunculan dugaan pemalsuan KTP terkait perubahan usia yang diduga tidak benar telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Juang Pribadi, Kepala Dinas Kependudukan Sipil (Dispendukcapil) Banyuwangi. Rabu (13/09/2023).

Juang Pribadi Dispendukcapil Banyuwangi, menegaskan kekhawatirannya terhadap kasus pemalsuan data diri E- KTP terutama dalam perubahan usia yang diragukan kebenarannya.

“Kami hanya menerima data sesuai pengajuan. Jika terdapat indikasi perubahan usia yang mencurigakan, maka pemohon harus siap menerima sanksi yang akan dikenakan oleh pihak yang berwenang atau pihak kepolisian,” tegas Juang.

Juang mengingatkan bahwa pihaknya hanya menerima data yang diajukan oleh pemohon, dan jika ternyata terdapat perubahan usia yang tidak sesuai dengan identitas asli dari pemohon, maka pemohonlah yang akan bertanggung jawab atas konsekuensinya di masa depan.

Sementara itu, Adanya kasus dugaan pemalsuan usia dalam Kartu Identitas Penduduk (KTP) tampaknya diduga terhubung dengan seorang yang diidentifikasi sebagai Eko Prastyo. Ia merupakan pengusaha jasa pemilik agen yang mengurusi pemberangkatan pekerja ke luar negeri, yang beroperasi di bawah bendera PT Isti Jaya Mandiri. Kantor agen ini terletak di Dusun Trembelang, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.

Kasus ini menjadi semakin mengemuka setelah ditemukan bukti gambar KTP yang terindikasi perubahan usia, seperti usia pemiliknya dirubah lebih tua tidak sesuai umur sebenarnya. 

Salah satu yang di rubah adalah CS, yang seharusnya lahir pada tahun 2004 sesuai dengan E-KTP. Namun, saat itu ia memiliki KTP yang mencantumkan tahun kelahiran 2001. Kejadian serupa juga dialami oleh SG, yang usianya sebenarnya adalah tahun 2003, namun KTP-nya “dimutakhirkan” menjadi tahun 2001. Tak hanya itu, KH juga mengalami kejadian serupa, dengan tahun kelahirannya yang seharusnya adalah tahun 2003, namun diubah menjadi tahun 2001 dalam dokumen KTP.

Salah satu dari korban, SG, merasa kecewa,lantaran mengaku bahwa ia salah seorang warga menaruh untuk bekerja di luar negeri melalui agen atau PT Isti Jaya Mandiri.

Dari keterangan SG, dirinya memilih pihak agen tersebut didorong oleh rekomendasi dari seorang perempuan yang dikenal sebagai Bu Tun, yang berada di bawah naungan rekrutmen PL. Bu Tun merupakan warga, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi.

“saat itu yang mengajak saya seorang perempuan bernama Bu Tun, saya dipertemukan oleh seorang laki laki namanya pak eko, tempatnya di Trembelang, waktu itu saya banyak diberi pertanyaan salah satunya soal usia saya,” jelasnya.

Situasi yang sangat memprihatinkan ini mencerminkan kompleksitas masalah yang melanda industri tenaga kerja migran. Di dalamnya, calon pekerja migran Indonesia (PMI) tak hanya dihadapkan pada beragam kendala dalam perjalanan menuju pekerjaan di luar negeri, tetapi juga terperangkap dalam situasi pemalsuan identitas yang merugikan.

Sementara itu, pemilik PT. Isti Jaya Mandiri, Eko Prastyo ketika dimintai tanggapan mengenai pemalsuan usia dalam KTP, muncul nama Pak Supono, yang diakui sebagai Penyalur Tenaga Kerja (PL) dari Purwoharjo. Namun, ironisnya, sebelum pemberitaan ini dapat mengungkap lebih lanjut, Supono dikabarkan meninggal dunia.

“Saat CS menyerahkan berkasnya kepada saya, saya belum sempat memeriksanya secara detail. Anak itu tampaknya kurang serius dalam prosesnya, sehingga saya tidak memberikan respons yang cepat. Namun, masalah utamanya adalah ketidakseriusan dari pihak anak,” ungkap Eko Prastyo.

Dalam konteks pemalsuan usia dalam KTP, pertanyaan pun beralih kepada langkah-langkah yang diambil oleh PL tersebut. Jawabannya menyoroti keterlambatan dalam memeriksa dokumen tersebut.

“Belum ada kesempatan bagi saya untuk melihat secara menyeluruh berkas yang diserahkan. Masalahnya adalah sikap kurang serius dari pihak anak tersebut. Ketika MD tiba, saya segera menyerahkan data dokumen dan segera mendapatkan surat pengunduran diri. Saya ingin menekankan bahwa anak tersebut belum dimasukkan dalam data PT Isti Jaya Mandiri,” kata Eko Prastyo.

Sebuah nama muncul dalam wawancara ini, yakni “Pak Eko”. Ternyata, Eko Prastyo diduga seorang aktor dalam skenario ini. Namun, narasumber memberikan klarifikasi penting bahwa data yang digunakan berasal dari PL yaitu Supono yang beralamatkan di perumahan Kendedes Purwoharjo – suatu fakta yang membingungkan dan menunjukkan betapa rumitnya situasi ini.

Pristiwa itu menyoroti kerentanan yang dihadapi oleh calon pekerja migran Indonesia (PMI) di dalam industri tenaga kerja migran. Mereka tidak hanya menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan di luar negeri, tetapi juga risiko pemalsuan identitas yang dapat merugikan prospek mereka.

Keadaan ini menyoroti urgensi perlunya penyelidikan menyeluruh terhadap praktik-praktik agen atau perusahaan perekrutan (PT) yang terlibat dalam skandal ini. Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya penguatan perlindungan bagi calon PMI, sehingga mereka dapat terhindar dari situasi serupa di masa depan.