Tantangan Dalam Berdakwah Nabi Muhammad SAW

Ilustrasi siar agama Islam
Sumber :
  • Istimewa / VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi –Penulis: Ustad Faisol Aziz. Ketua DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Banyuwangi.

Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan

mereka; dan orang-orang kafir berkata: Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta (QS Shaad:4)

Pada masa awal diutusnya Nabi Muhammad SAW, penentang beliau umumnya adalah kerabat, saudara, teman, dan tetangga Rasulullah sendiri.

 

Contohnya adalah Abu Lahab dan istrinya adalah paman dan bibi Nabi sendiri adalah penentang dakwah Rasulullah yang paling keras.

 

Mereka beralasan :

 

1) Kenapa yang diutus itu dari kalangan kami sendiri? Mengapa bukan orang jauh, atau bahkan mereka berharap utusan Tuhan itu seorang malaikat saja.

 

Alasan mereka ini tentu saja mengada-ada. Jika orang yang diutus itu orang jauh, tentu penentangan mereka akan lebih menjadi-jadi.

 

Karena bagaimana tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal mengaku menjadi Nabi dan Rasul. Justru dengan diutusnya orang yang telah mereka kenal, seharusnya mereka akan lebih mudah beriman.

 

Karena mereka telah mengetahui tabiat, kebiasaan, dan sifat-sifat Sang Utusan itu sejak kecilnya.

 

Seperti yang kita ketahui sejak sebelum diutus sebagai Rasul, Muhammad muda sudah dikenal sebagai “Al-Amin”.

 

Menunjukkan beliau sangat terpercaya dan amanah. Bahkan mereka mengakui bahwa Muhammad SAW tidak pernah mereka temui berbohong sekali pun semenjak kecilnya.

 

Jika yang diutus menjadi Nabi itu adalah Malaikat, bagaimana nanti umatnya yang manusia akan meniru kehidupannya.

 

Karena Malaikat tentu saja tidak makan minum, tidak menikah, tidak memiliki hawa nafsu, tidak pernah lupa atau tidur.

 

Justru Ketika Rasul yang diutus itu adalah dari kalangan manusia, mudah saja bagi umatnya meniru sebagian besar kehidupannya.

 

Memang tabiat manusia pada umumnya sangat sulit menerima orang dekat mereka tiba-tiba menjadi penyeru dakwah.

 

Saya sendiri punya pengalaman tentang hal ini. Ada seorang Ulama yang dari kalangan Habaib, yang usianya di atas saya setahun.

 

Tentu saja Beliau dulu pernah sekolah SD dan SMP. Yang kawan sekolahnya dulu, juga teman saya. Setelah SMP Beliau memang Mondok dan meneruskan pendidikannya ke Tarim, Yaman.

 

Nah, sepulang dari Yaman itulah kemudian Beliau mulai berdakwah, tabligh, ceramah kemana-mana. Ada kawan saya, yang juga kawan Beliau semasa SMP, keheranan ketika ketemu Sang Habib.

 

“Hei, Syim… hebat ya sekarang sudah jadi Habib….” Sambil terkekeh. Sambil menyebut nama panggilan Sang Habib Ketika semasa SMP dulu.

 

Mungkin baginya agak aneh, orang yang dikenalnya tiba-tiba menjadi pendakwah.

 

Tentu lain cerita jika Sang Pendakwah itu orang jauh yang tidak pernah dikenalnya. Dia pasti akan langsung menghormati Ketika sang Pendakwah itu memang dinilai dan dikenal orang sebagai orang yang memiliki kapasitas keilmuan agama yang memadai.

 

2) Alasan kedua, mereka menyebut Rasulullah SAW sebagai Tukang Sihir.

 

3) Yang ketiga, mereka menyebut Rasulullah SAW sebagai pendusta yang berulang-ulang.

 

Kedua alasan terakhir bagi Sebagian kita mungkin dianggap sebagai hinaan bagi Rasulullah SAW. Padahal di dalam hinaan itu sesungguhnya terkandung makna pujian.

 

Mereka menyebut Rasulullah SAW sebagai tukang sihir, karena menyadari bahwa apa yang disampaikanoleh Beliau (ayat-ayat Al-Qur’an) memiliki efek yang dahsyat pengaruhnya bagi para pendengarnya.

 

Efek Dahsyat yang diluar nalar itulah yang menyebabkan mereka menyebutnya sebagai sihir. Bahkan Abu Jahal pun terpesona dengan ayat-ayat Al-Quran itu, dan pernah menyatakan bahwa itu tidak mungkin perkataan manusia.

 

Sedangkan alasan terakhir bahwa Rasulullah adalah “kadz-dzab” pendusta yang berulang-ulang juga tidak masuk di akal.

 

Karena umumnya pendusta, Ketika kedustaannya terbongkar ia akan membuat kedustaan yang lain lagi. Atau ia akan mencari orang lain lagi sebagai korban kedustaannya tersebut.

 

Tapi faktanya Rasulullah SAW senantiasa konsisten dengan dakwahnya. Apa yang Beliau sampaikan itu berulang-ulang sama.

 

Dan itu Beliau sampaikan dengan gigih dan tanpa putus asa. Mengenalkan Allah yang Esa, Surga, Neraka, kehidupan akhirat dan seterusnya.

 

Bagaimana mungkin jika Rasulullah itu pendusta, Beliau bisa berulangkali menyampaikan materi dakwah yang sama dan konsisten? Itu bukan karakter pembohong.

Dengan demikian dibalik tuduhan sebagai Pendusta yang berulang-ulang itu, terkandung pengakuan bahwa Rasulullah SAW sesungguhnya pasti bukan pendusta.