13 PLTU Akan Disuntik Mati, Paiton dan Suralaya Termasuk Didalamnya

PLTU Paiton masuk target disuntik mati
Sumber :
  • Dok. Antara/ VIVA Banyuwangi

Jakarta, VIVA Banyuwangi –Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mempercepat upaya transformasi energi dengan menyiapkan daftar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang akan segera dipensiunkan.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa ada 13 PLTU yang telah masuk dalam daftar untuk dipensiunkan lebih awal.

Penutupan Setelah Tahun 2030

Dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa 20 Agustus 2024, Eniya menjelaskan bahwa 13 PLTU yang akan dipensiunkan tidak termasuk PLTU di Cirebon, yang direncanakan akan ditutup setelah tahun 2030.

"Kami memiliki 13 PLTU dalam daftar yang akan dipensiunkan di luar Cirebon. Untuk Cirebon, rencana penutupan baru akan dibahas setelah tahun 2030," ujarnya.

Dari 13 PLTU yang akan dipensiunkan, beberapa yang disebutkan antara lain adalah PLTU Suralaya di Cilegon, Banten; PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur; dan PLTU Ombilin di Sumatra Barat. Ketiganya termasuk dalam daftar karena tingginya emisi karbon yang dihasilkan selama operasionalnya.

"PLTU seperti Suralaya dan Paiton masuk dalam daftar karena emisi karbonnya yang sangat tinggi. Kami mengidentifikasi bahwa PLTU-PLTU ini menghasilkan sekitar 48 juta ton emisi, yang merupakan jumlah yang sangat besar," jelas Eniya.

Pensiun Dini dan Dampak Lingkungan

Langkah pensiun dini PLTU batu bara ini bukan tanpa alasan.

Eniya menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan studi internal yang dilakukan oleh Kementerian ESDM bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan United Nations Office for Project Services (UNOPS).

Ketiga studi tersebut secara kolektif menunjukkan bahwa 13 PLTU yang teridentifikasi memiliki dampak lingkungan yang signifikan, terutama dalam hal emisi karbon.

"Hasil dari tiga studi ini kami rangkum, dan akhirnya kami memiliki 13 PLTU yang harus segera dipensiunkan," katanya.

Namun, Eniya juga menegaskan bahwa pensiun dini PLTU ini memerlukan skenario dan roadmap yang jelas.

Keputusan Menteri Menjadi Dasar

Untuk itu, Kementerian ESDM sedang mempersiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) sebagai panduan dalam proses tersebut.

Selain itu, Kementerian ESDM juga akan meminta pendampingan dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk memastikan proses ini berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Kami sedang menyusun Keputusan Menteri yang akan menjadi peta jalan dalam mempensiunkan PLTU batu bara. Kami juga memerlukan pendampingan hukum dari Jamdatun untuk memastikan semua berjalan dengan lancar," tambahnya.

Isu Utama di Asia Pacific

Komitmen Indonesia di Tingkat Internasional Langkah pensiun dini PLTU ini juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia di kancah internasional.

Pada pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang baru saja dihadiri oleh Eniya, isu pensiun dini PLTU batu bara menjadi topik utama yang dibahas.

Namun, Eniya mengungkapkan bahwa tidak semua negara di Asia setuju dengan langkah ini.

"Di APEC, banyak negara yang masih mempertanyakan tentang pensiun dini PLTU batu bara. Misalnya, Filipina menolak rencana ini, sementara Vietnam baru akan mencontoh Indonesia," jelas Eniya.

Vietnam, lanjut Eniya, berencana untuk memensiunkan PLTU batu bara dengan kapasitas 100 megawatt, jauh lebih kecil dibandingkan dengan rencana pensiun Indonesia yang mencapai 660 megawatt.

Upaya Mengatasi Polusi Udara di Jakarta

Pensiun dini PLTU ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi polusi udara, khususnya di wilayah Jakarta.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya telah mengungkapkan rencana penutupan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, sebagai salah satu langkah untuk menekan polusi udara di ibu kota.

"Kami sedang mengevaluasi kemungkinan untuk menutup PLTU Suralaya demi mengurangi polusi udara di Jakarta," kata Luhut pada acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center.

PLTU Suralaya, yang sudah beroperasi lebih dari 40 tahun, dianggap sebagai salah satu sumber utama polusi udara di Jakarta.

Luhut menekankan pentingnya evaluasi yang mendalam sebelum keputusan penutupan diambil, namun menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi warga Jakarta.