Dokter Onkologi Mundur dari RS Medistra Karena Larangan Hijab, ini Isi Lengkap Suratnya

Ilustrasi Perempuan Berhijab
Sumber :
  • Pinterest

Viral, VIVA Banyuwangi – Kasus terbaru yang mengejutkan kembali ramai diperbincangkan di media sosial, kali ini terkait dengan kebebasan beragama di tempat kerja. 

Seorang dokter spesialis onkologi di Rumah Sakit (RS) Medistra, Jakarta Selatan, memutuskan untuk mengundurkan diri setelah mendapatkan perlakuan yang dianggap diskriminatif terkait penggunaan hijab

Keputusan ini tidak hanya mengejutkan komunitas medis, tetapi juga memicu reaksi keras dari warganet yang menilai hal ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Surat Pengunduran Diri yang Menyentuh

dr. Diani Kartini, seorang spesialis bedah onkologi yang telah mengabdi di RS Medistra sejak 2010, akhirnya melayangkan surat pengunduran dirinya pada 29 Agustus 2024. 

Keputusan ini diambil setelah dirinya mengetahui bahwa pihak rumah sakit tersebut menerapkan kebijakan yang melarang penggunaan hijab bagi para tenaga medis, termasuk dokter umum dan perawat.

Dalam surat yang ia tujukan kepada direksi RS Medistra, dr. Diani menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan tersebut. 

"Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis seperti itu. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional, tetapi mengapa masih rasis seperti itu?" tulisnya. 

Ia juga menekankan bahwa ada rumah sakit lain di Jakarta Selatan yang lebih besar dan lebih ramai, namun tetap memperbolehkan penggunaan hijab bagi seluruh tenaga medis, mulai dari perawat hingga dokter spesialis.

"Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis, dan subspesialis di RS Medistra?" tanyanya dalam surat tersebut. 

Teguh Memegang Prinsip

dr. Diani menegaskan bahwa keputusannya untuk mundur tidak membuatnya menyesal. Baginya, prinsip keagamaan adalah hal yang tidak bisa ditawar.

"Dan saya juga langsung keluar, tidak bekerja di Medistra lagi setelah peristiwa itu. Tidak perlu menyesal, Insya Allah rezeki ada di mana pun," ujar dr. Diani dengan penuh keyakinan.

Reaksi Keras Warganet: Ini Pelanggaran HAM

Keputusan yang diambil dr. Diani ini mendapat banyak dukungan dari warganet, yang menganggapnya sebagai langkah berani dalam mempertahankan prinsip. 

"Hadeuhhh ibu dokter, dengan spesialis ibu dengan pengalamanmu bahkan dengan titel dalam menit ini engkau keluar, dalam menit ini engkau dipinang sama RS lain," tulis seorang warganet dengan penuh kekaguman. 

"Pelanggaran HAM," tulis seorang pengguna media sosial, merespons berita tersebut.

"Masih ada yang beginian di Indonesia? Katanya negeri ini sudah merdeka 79 tahun," tulis seorang warganet lainnya.

Inilah Isi Lengkap Surat Pengunduran Diri dr Diani Kartini

“Selamat siang Para Direksi yang terhormat. Saya ingin menanyakan terkait persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra. Kebetulan keduanya menggunakan hijab.

Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional sehingga timbul pertanyaan apakah bersedia membuka hijab jika diterima?

Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih rasis seperti itu? Salah satu RS di Jakarta selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai baik perawat, dokter umum, spesialis dan subspesialis menggunakan hijab

Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja kalau RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien.  Sangat disayangkan sekali dalam wawancara timbul pertanyaan yang menurut pendapat saya ada rasis.

Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis dan subspesialis di RS Medistra? Terima kasih atas perhatiannya”

Kasus yang menimpa Dr. Diani ini mengungkap masalah yang lebih luas mengenai kebebasan beragama di tempat kerja, khususnya di sektor kesehatan. Dengan semakin banyaknya perempuan Muslim yang memasuki dunia kerja, termasuk di bidang medis, kebijakan seperti ini bisa menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalankan profesinya tanpa harus mengorbankan keyakinannya.

Di sisi lain, tindakan RS Medistra yang melarang penggunaan hijab dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi Indonesia. Hal ini juga bisa berdampak negatif pada citra rumah sakit tersebut, baik di mata publik maupun di kalangan tenaga medis yang mungkin merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan yang diskriminatif.

Ke depan, diharapkan ada kebijakan yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman di tempat kerja, khususnya di sektor kesehatan yang sangat membutuhkan tenaga profesional dari berbagai latar belakang. Sebagai negara yang menjunjung tinggi Pancasila dan kebhinekaan, Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi dunia dalam hal penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama.