DI Bajulmati Dikeringkan Ratusan Petani 3 Desa Tidak Bisa Menanam Padi, Siapa Bertanggung Jawab?

Lahan pertanian Desa Bajulmati yang kini mengering
Sumber :
  • Anton Heri Laksana/ VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi –Proyek pengerukan sedimentasi dan manteling Daerah Irigasi (DI) Bajulmati membuat ratusan petani dari 3 desa tidak bisa menanam padi. Buruh tani juga terkena dampak karena perekenomian keluarga sudah tidak ada lagi pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ratusan hektar sawah di Desa Bajulmati, Desa Sidodadi dan Desa Sumber Kencono, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur kini sudah tidak bisa ditanami. Kamis, 19 September 2024.

Pasca panen pada bulan Agustus, petani sudah tidak bisa melanjutkan aktifitasnya karena sejak tanggal 7 September 2024 pasokan air dihentikan secara bertahap.

Petani Terpaksa Tidak Tanam Padi

Penghentian pasokan air pada pertanian warga di 3 desa tersebut akibat adanya proyek pengerukan sedimentasi dan mateling pada DI Bajulmati.

“Kegiatan tersebut sudah disosialisasikan pada petani. Jadi petani memilih tidak melanjutkan proses penanaman padi karena tidak ada pasokan air,” ujar Ketua Kelompok Tani Bunga Sedap Malam Desa Bajulmati, Marsa’at.

Petani terpaksa tidak menanam padi karena tidak ingin mengalami kerugian akibat gagal panen karena sudah tidak ada lagi pasokan air pada musim tanam kali ini.

Pemasukan Petani Hilang

“Kalau air tidak ada, bagaimana kami bisa menanam padi? Ya sudah, kami memilih tidak menanam dari pada rugi besar,” tutur Ketua Kelompok Tani tersebut.

Hal senada juga disampaikan seorang petani lainnya yang kini mengaku sudah tidak bisa mendapatkan pemasukan untuk kebutuhan keluarganya.

“Musim tanam padi petani itu adalah 4 bulan. Jika bulan September kita tidak menanam padi, berarti pada bulan Desember atau Januari kita tidak mungkin panen,” kata seorang petani Dwi Wahyu Hidayat pada Banyuwangi.viva.co.id.

Petani Rugi 1 Kali Masa Tanam

Batas waktu pengerjaan proyek sendiri hingga saat ini masih simpang siur. Informasi yang diterima Banyuwangi.viva.co.id dari kalangan petani, batas waktu pengerjaan proyek simpang siur.

“Informasi yang saya terima itu 4 bulan. Jika itu benar, berarti petani tidak akan mendapatkan pemasukan selama 8 bulan. 4 bulan masa tunggu proyek dan 4 bulan masa tanam petani,” keluh Wahyu.

Bukan hanya kalangan petani, pengerjaan proyek tersebut juga berdampak pada buruh tani di 3 desa yang kini harus kehilangan mata pencahariannya.

“Saya sekarang cari rongsokan. Kemarin sempat kerja buruh bangunan tapi sudah selesai. Bingung mau kerja apa lagi ini,” ungkap seorang buruh tani,  Mistari.

Puput: Batas Waktu Pengerjaan Sebulan

Dalam kesempatan berbeda, Staf Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sampeyan Baru Bondowoso, Eko Pujiantoro mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait adanya keluhan petani tersebut.

“Karena memang tidak ada kompensasi apapun untuk para petani. Kami hanya melakukan sosialisasi pada petani sebelum kegiatan dilakukan,” jelas petugas pengairan yang akrab dipanggil Puput tersebut.

Keresahan lain juga dialami petani terkait batas waktu pengerjaaan yang antar kelompok tani berbeda informasi.

Buruh Tani Jadi Tukang Rongsokan

Batas waktu tersebut paling cepat sebulan dan paling lama 4 bulan berdasarkan pengakuan dan pemahaman para petani.

“Tidak benar kalau sampai 4 bulan. Batas waktu pengerjaannya hanya sebulan,” tandas Puput pada Banyuwangi.viva.co.id.

Selama proyek berjalan, pasokan air untuk Desa Bajulmati, Desa Sidodadi dan Desa Sumber Kencono, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur telah dihentikan.

Hal inilah yang membuat ratusan petani dari 3 desa tersebut kini kehilangan mata pencahariannya karena sudah tidak bisa menanam.