Sejarah Situbondo, dari Panarukan hingga Otonomi Daerah

Monumen 1000KM Anyer Panarukan
Sumber :
  • Dovalent Vandeva Derico/ VIVA Banyuwangi

Sejarah, VIVA Banyuwangi – Kabupaten Situbondo, yang terletak di pesisir utara Jawa Timur, memiliki sejarah panjang yang berkelindan dengan dinamika politik dan ekonomi di kawasan tersebut. Dari masa kerajaan hingga era kolonial, dan akhirnya menjadi kabupaten otonom, perjalanan Situbondo merefleksikan transformasi sebuah wilayah yang terus beradaptasi dengan perubahan zaman.

Masa Kerajaan: Jejak Kuno di Tanah Besuki

Sejarah Situbondo tak lepas dari sejarah Karesidenan Besuki, wilayah administratif yang pernah berdiri di Jawa Timur. Pada masa kerajaan, daerah ini menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit, kemudian beralih ke Kesultanan Mataram.

Era Kolonial: Panarukan sebagai Pelabuhan Penting

Pada abad ke-18, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menguasai wilayah Besuki dan menjadikan Panarukan sebagai pelabuhan penting. Lokasinya yang strategis di jalur perdagangan Selat Madura membuat Panarukan menjadi pusat ekspor hasil bumi, terutama gula dan tembakau.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), Panarukan menjadi titik akhir dari proyek ambisius pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. Jalan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah transportasi di Jawa, menghubungkan ujung barat dan timur pulau.

Masa Kemerdekaan: Menuju Otonomi Daerah

Setelah Indonesia merdeka, wilayah Besuki mengalami berbagai perubahan administratif. Pada tahun 1960, Karesidenan Besuki dihapuskan dan dibentuklah Kabupaten Bondowoso yang meliputi wilayah Situbondo saat ini.

Namun, aspirasi masyarakat Situbondo untuk memiliki pemerintahan sendiri semakin menguat. Akhirnya, pada tahun 1972, Kabupaten Panarukan resmi dibentuk dengan ibu kota di Situbondo. Nama "Panarukan" kemudian diganti menjadi "Situbondo" pada tahun yang sama, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972.

Asal Usul Nama Situbondo

Terdapat dua versi mengenai asal usul nama Situbondo. Versi pertama menyebutkan bahwa nama ini berasal dari nama seorang pangeran asal Madura, Pangeran Aryo Gajah Situbondo, yang makamnya ditemukan di wilayah tersebut. Versi kedua mengaitkan nama Situbondo dengan kata "Siti" yang berarti tanah dan "Bondo" yang berarti ikat, mencerminkan keyakinan bahwa orang pendatang akan terikat dan menetap di Situbondo.

Situbondo Kini: Potensi dan Tantangan

Saat ini, Situbondo telah berkembang menjadi kabupaten yang dinamis dengan potensi di berbagai sektor. Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Selain itu, Situbondo juga memiliki potensi wisata yang menarik, seperti Taman Nasional Baluran, Pantai Pasir Putih, dan berbagai situs sejarah.

Namun, Situbondo juga menghadapi berbagai tantangan, seperti kemiskinan, infrastruktur yang belum memadai, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Pemerintah daerah terus berupaya mengatasi tantangan-tantangan ini melalui berbagai program pembangunan.

Sejarah terbentuknya Situbondo adalah cerminan dari perjalanan panjang sebuah wilayah yang terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Dari masa kerajaan hingga era kolonial, dan akhirnya menjadi kabupaten otonom, Situbondo terus berjuang untuk mewujudkan potensi dan mengatasi tantangannya. Dengan semangat gotong royong dan kerja keras, Situbondo optimis menatap masa depan yang lebih baik.