Kue Keranjang, Sajian Khas Tionghoa di Hari Raya Imlek: Penuh Sejarah Dan Filosofi
- IG: @littlechomel
Budaya, VIVA Banyuwangi –Setiap perayaan Tahun Baru Imlek, ada satu hidangan yang selalu hadir dan menjadi simbol penting bagi masyarakat Tionghoa, yakni kue keranjang. Sajian ini, dengan bentuk bulat dan warna merah yang mencolok, bukan hanya menjadi hidangan manis yang lezat, tetapi juga sarat dengan makna filosofi yang dalam.
Dalam setiap gigitan kue keranjang, tersimpan simbolisme yang menggambarkan harapan dan doa untuk tahun yang baru. Kue keranjang tak hanya menjadi bagian dari tradisi kuliner, melainkan juga bagian tak terpisahkan dari perayaan yang melibatkan keluarga, kebersamaan, dan harapan akan keberuntungan.
Sejarah Kue Keranjang dalam Tradisi Imlek
Dikutip dari artikel antaranews.com Kue keranjang, atau yang dikenal dengan nama "nian gao" dalam bahasa Mandarin, telah menjadi bagian dari tradisi perayaan Imlek selama berabad-abad. Kue ini terbuat dari ketan yang dipadatkan dalam bentuk bulat dan dimasak dalam daun pisang, memberikan tekstur kenyal dan rasa manis alami.
Berasal dari budaya Tionghoa, kue keranjang memiliki sejarah panjang yang dikaitkan dengan upacara-upacara tradisional.
Dalam sejarahnya, kue keranjang dipercaya sebagai sajian yang bisa membawa keberuntungan dan kemakmuran. Pemilihan nama "nian" dalam nian gao, yang berarti "tahun" dalam bahasa Mandarin, menggambarkan harapan agar kehidupan menjadi lebih baik dan lebih makmur setiap tahun. Kue ini diyakini bisa membantu seseorang memperoleh kelancaran rejeki dan panjang umur.
Filosofi di Balik Kue Keranjang
Filosofi yang terkandung dalam kue keranjang sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat Tionghoa. Bentuknya yang bulat melambangkan keharmonisan dan kesatuan, sementara teksturnya yang kenyal menggambarkan daya tahan dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Warna merah yang dominan pada kue ini juga memiliki makna penting, yaitu sebagai simbol keberuntungan dan kebahagiaan.
Selain itu, kue keranjang juga dipercaya membawa makna simbolis terkait dengan peningkatan kehidupan dan keberuntungan dalam bisnis. Masyarakat Tionghoa sering kali menyajikan kue keranjang untuk menyambut tamu atau sebagai hidangan dalam acara keluarga.
Dalam konteks ini, kue keranjang tidak hanya berfungsi sebagai makanan, tetapi juga sebagai sarana mempererat hubungan sosial dan memperkuat ikatan keluarga.
Kue Keranjang di Tengah Perayaan Imlek
Dalam perayaan Imlek, kue keranjang menjadi salah satu sajian yang wajib ada di meja makan. Tak hanya sebagai simbol keberuntungan, kue keranjang juga memiliki nilai historis dan budaya yang sangat penting. Berbagai acara dalam perayaan Imlek, seperti makan bersama keluarga, upacara sembahyang, dan pemberian angpao, tidak akan lengkap tanpa adanya kue keranjang.
Kue ini juga sering dijadikan sebagai hadiah untuk orang terdekat, sebagai bentuk doa dan harapan baik di tahun baru.
Salah satu keunikan dari kue keranjang adalah cara pembuatannya yang memerlukan ketelatenan dan waktu yang cukup lama. Proses pembuatan kue ini melibatkan pemanasan ketan yang dicampur dengan air dan gula merah, kemudian dikemas dalam daun pisang dan dikukus hingga matang.
Kue ini memiliki daya tahan yang lama, sehingga cocok untuk disimpan dan disantap dalam waktu yang lebih lama setelah pembuatan.
Kue keranjang bukan hanya sekadar makanan penutup yang manis dan kenyal. Di balik kelezatannya, kue ini menyimpan makna filosofis yang mendalam, menggambarkan harapan akan kemakmuran, keberuntungan, dan kebahagiaan di tahun yang baru.
Sebagai bagian dari tradisi Imlek yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu, kue keranjang terus menjadi simbol penting yang melambangkan kebersamaan, keberuntungan, dan doa baik bagi semua yang merayakan. Dalam setiap perayaan Imlek, kehadiran kue keranjang adalah pengingat akan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam budaya Tionghoa.