Debus Banten, Kesenian Ekstrem Menantang Maut dan Pernah Jadi Senjata Lawan Penjajah
- Museum Kepurbakalaan Banten/https://www.instagram.com/p/Bti0J2NHs4r/
Budaya, VIVA Banyuwangi – Debus, kesenian tradisional yang berasal dari Banten, bukan sekadar pertunjukan biasa. Di balik atraksi ekstrem yang bikin bulu kuduk merinding, tersimpan sejarah panjang yang heroik dan sakral. Awalnya, debus menjadi media dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam di tanah Banten. Namun, seiring waktu, seni ini berevolusi menjadi semangat perjuangan rakyat melawan penjajah Belanda di era kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sayangnya, kejayaan debus sempat meredup ketika Kesultanan Banten mengalami kemunduran di bawah Sultan Rafiudin. Baru pada tahun 1960-an, kesenian ini bangkit kembali, kali ini sebagai pertunjukan hiburan yang memukau dengan aksi-aksi yang mendebarkan.
Atraksi yang Menantang Logika, Debus Bukan Sekadar Seni Biasa
Debus dikenal luas karena atraksi ekstrem yang menantang maut: berjalan di atas bara api, menjilat pisau panas, menginjak pecahan kaca, hingga menusuk pipi dan lidah dengan benda tajam. Bahkan ada aksi menyayat tubuh dengan golok tajam tanpa luka sedikit pun! Setidaknya ada 40 jenis atraksi debus yang berkembang di Banten hingga saat ini, dan semuanya membuat siapa pun terpana.
Namun, di balik atraksi tersebut, terdapat nilai spiritual yang dalam. Sebagian orang menyebut akar dari debus adalah "Al Madad", yang kini jumlah kelompoknya kalah banyak dari kelompok debus. Meskipun demikian, keduanya masih eksis di tengah masyarakat Banten, menjaga tradisi yang kental dengan nilai keagamaan dan kekuatan batin.
Silat dan Debus: Dua Saudara Tak Terpisahkan
Debus tidak bisa dilepaskan dari seni bela diri silat. Bahkan, semua pemain debus pasti merupakan pesilat, meskipun tidak semua pesilat bisa memainkan debus. Paguron (perguruan), padepokan, atau sanggar silat adalah tempat tumbuh dan berkembangnya seni ini.