Mengenal Tradisi Carok dari Budayawan Madura Langsung, Ternyata Sudah Bergeser Maknanya!
- https://www.youtube.com/watch?v=GdsQJxPt6yY
Budaya, VIVA Banyuwangi – Pernah dengar istilah carok? Di balik namanya yang terdengar keras, carok bukan sekadar perkelahian biasa. Tradisi yang berasal dari Madura ini dulu dikenal sebagai jalan terakhir dalam menyelesaikan konflik, terutama jika sudah menyangkut harga diri. Tapi benarkah tradisi berdarah ini masih berlaku di masa sekarang?
Carok, Bukan Sekadar Duel Biasa
Melansir YouTube TVOneNews, menurut budayawan asal Bangkalan, Hidrocin Sabarudin (Abah Doing), carok zaman dulu sangat berbeda dengan kekerasan brutal yang sering terjadi sekarang. Dulu, carok adalah bentuk duel yang punya aturan ketat dan dihormati. Hanya dilakukan jika jalur damai gagal, dan selalu diawali dengan musyawarah yang melibatkan tokoh masyarakat atau agama.
Jika perundingan tidak menemukan solusi, maka carok menjadi jalan terakhir untuk menyelesaikan persoalan yang dianggap menyentuh harga diri. Dalam budaya Madura, dikenal istilah legendaris "angnguy pote tolang, atembang pote mata", yang berarti: lebih baik mati daripada menanggung malu.
Ada Etika dalam Carok
Jangan bayangkan carok sebagai tawuran brutal. Dulu, perkelahian ini dilakukan secara satu lawan satu, diketahui oleh kedua keluarga, dan tidak menyisakan dendam. Bahkan, pihak yang menang akan mengembalikan senjata ke keluarga lawan dan meminta maaf atas kejadian tersebut.
Senjata yang digunakan pun khas: celurit, senjata ikonik masyarakat Madura. Namun menurut Abah Doing, carok tidak harus menggunakan celurit. Bisa senjata apapun, selama perkelahian itu dilakukan sesuai aturan dan kesepakatan sebelumnya.