Staycation di Rumah Adat, Tren Liburan Budaya yang Semakin Diminati Generasi Muda
- https://gunungapipurba.com/photos?gallery=pemandangan
Budaya, VIVA Banyuwangi – Di era digital ini, tren liburan tidak melulu tentang perjalanan jauh. Kini, banyak anak muda memilih staycation—liburan tanpa perlu keluar kota—yang dikemas dengan nuansa budaya lokal, salah satunya melalui penginapan di rumah adat. Selain lebih hemat dan nyaman, pengalaman ini memberi nilai tambah: mengenal warisan budaya sambil bersantai.
Staycation kini bukan sekadar bermalam di hotel kekinian. Di beberapa daerah, banyak rumah adat disulap menjadi homestay atau guest house dengan sentuhan otentik. Rumah Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Sumatera Barat, atau Rumah Tongkonan di Toraja menjadi alternatif bagi wisatawan yang ingin merasakan kehidupan tradisional secara langsung.
Sebagai contoh, Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta menyediakan penginapan dengan konsep rumah adat Jawa yang masih mempertahankan struktur kayu asli dan tata ruang tradisional. Sambil bersantai, tamu bisa ikut membatik, membuat jamu, hingga belajar gamelan bersama warga.
kearifan lokal menyapa dengan tangan berlumpur
- https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa
Penginapan bernuansa rumah adat juga menyediakan pengalaman edukatif. Di Desa Sade, Lombok Tengah, misalnya, tamu tidak hanya bermalam di rumah adat Sasak yang terbuat dari anyaman bambu, tetapi juga diajak ikut serta dalam aktivitas warga seperti menenun dan menanam padi. Sensasi "kembali ke akar" ini menjadikan liburan terasa lebih bermakna.
Desa Sade, tradisi Suku Sasak tetap hidup di tiap atap jerami
- https://kemenparekraf.go.id/ragam-ekonomi-kreatif
Tren staycation berbasis rumah adat juga berdampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. Karena mayoritas rumah dibangun dari material lokal dan ramah lingkungan, maka jejak karbon lebih rendah. Selain itu, wisatawan yang menginap di rumah warga membantu meningkatkan ekonomi kreatif lokal tanpa harus membangun infrastruktur besar.