Sejarah dan Makna Alat Musik Tifa Dalam Kehidupan Masyarakat
- https://unsplash.com/photos/boy-in-red-t-shirt-playing-drum-x8LTalBz2gw
Budaya, VIVA Banyuwangi – Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, yang berasal dari Maluku dan Papua. Alat musik ini memiliki bentuk yang menyerupai gendang serta terbuat dari kayu yang di lubangi pada bagian tengahnya. Setelah dilubangi, kemudian ditutupi dengan kulit hewan (biasanya kulit rusa). Dengan begitu, ketika alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul bisa menghasilkan suara yang bagus dan indah.
Alat musik tifa memiliki beberapa jenis, seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong serta Tifa Bas. Bentuk dari alat musik tifa biasanya dibuat dengan ukir-ukiran khas daerahnya. Badan kerangkanya juga terbuat dari kayu yang dilapisi oleh rotan sebagai pengikatnya dengan bentuk yang berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya. Alat musik tifa antara daerah yang satu dengan daerah lainnya belum tentu sama atau bisa dibilang memiliki ciri khasnya masing-masing.
Alat musik Tifa umumnya digunakan untuk mengiringi tarian perang serta beberapa tarian daerah lainnya. Adapun kesenian yang biasa menggunakan alat musik tifa sebagai pengiringnya, seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat serta tari Gatsi.
Tifa asli Maluku hanya berbentuk tabung biasa dan tidak memiliki pegangan. Alat musik yang khas ini memiliki ukiran-ukiran cantik sebagai penghiasnya dan menjadi khas daerah masing-masing. Namun bukan hanya sekedar hiasan, ukiran ini juga mengandung cerita kehidupan dan ungkapan syukur dari si pembuat tifa.
Di daerah Maluku, alat musik tifa ini dikenal dengan nama Tahitoe dan biasa dimainkan di daerah Maluku Tengah. Sementara itu di Pulau Aru, alat musik tifa lebih dikenal dengan nama Titir. Sejarah tersebut beragam tergantung dari tiap daerahnya. Namun terdapat satu sejarah ditemukannya Tifa yang sangat terkenal, yaitu di daerah Biak. Berbentuk seperti cerita rakyat yang masih erat kaitannya dengan mitos, cerita tersebut dipercaya oleh masyarakat setempat.
Diceritakan di suatu daerah bernama Maryendi hidup dua orang lelaki bersaudara. Dua bersaudara tersebut bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Nama-nama tersebut memiliki arti yang sangat bagus. Fraimun memiliki arti perangkat perang yang gagangnya dapat membunuh, sedangkan Sarenbeyar yang terdiri dari dua kata yaitu Saren yang berarti busur dan Beyar yang bermakna anak panah yang terpasang pada busur.
Fraimun dan Sarenbeyar pergi dari daerah asalnya, Maryendi, dikarenakan desa tersebut telah tenggelam. Mereka kemudian berkelana untuk mencari daerah baru yang dapat ditinggali hingga kemudian menemukan suatu daerah di Biak Utara bernama Wampember. Mereka kemudian tinggal dan menetap di sana. Pada saat mereka berburu di malam hari, mereka melihat sebatang pohon bernama opsur. Pohon ini adalah pohon yang mengeluarkan bunyi di tengah hutan. Dikarenakan sudah sangat larut, dua bersaudara ini pulang dan kembali ke tempat yang sama di keesokan harinya. Ketika sampai di titik yang sama dimana opsur itu berada, mereka menemukan bahwasanya terdapat beberapa hewan yang tinggal di sana seperti lebah madu, soa-soa, biawak, dan hewan lainnya.