Apakah Kita Sedang Mengalami Brainrot? Mengenal Overstimulasi Otak di Era Digital

Mengatasi brainrot dengan membatasi penggunaan layar
Sumber :
  • www.msn.com

Gaya Hidup, VIVA Banyuwangi –Di tengah derasnya arus informasi digital, istilah "brainrot" semakin sering terdengar di kalangan pengguna internet, terutama generasi muda. Meski awalnya populer di komunitas daring seperti Tumblr dan Twitter, konsep ini kini merambah ke diskusi yang lebih luas tentang kesehatan mental dan produktivitas. Tapi, apa sebenarnya brainrot itu? Dan bagaimana dampaknya terhadap kita?

Apa Itu Brainrot?

$126 Juta di Meja Perceraian: Manajer Manchester City Pep Guardiola, dan Cristina Serra Resmi Berpisah

Secara harfiah, brainrot bisa diartikan sebagai "pembusukan otak". Namun, istilah ini digunakan secara metaforis untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang merasa otaknya terlalu banyak menerima rangsangan hingga sulit fokus atau berpikir jernih. Penyebab hal ini dapat beragam, mulai dari konsumsi konten media sosial tanpa henti, binge-watching serial TV, hingga ketergantungan pada teknologi.

Menurut Dr. Daniel Levitin, seorang ahli saraf kognitif dalam bukunya The Organized Mind, otak manusia tidak dirancang untuk terus-menerus menerima informasi tanpa henti. Saat kita terpapar stimuli digital berlebih, otak masuk ke mode kerja yang berlebihan, menyebabkan kelelahan mental dan penurunan kapasitas kognitif.

Mengapa Brainrot Terjadi?

  1. Overload Informasi
    Studi yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology menunjukkan bahwa multitasking, yang sering dilakukan saat menggunakan teknologi, mengurangi efisiensi otak hingga 40%. Kita tidak hanya memproses informasi baru, tetapi juga berusaha keras untuk menyaring mana yang relevan dan mana yang tidak.
  2. Dopamin dan Konten Cepat Saji
    Platform yang menyajikan video pendek seperti TikTok atau Instagram Reels dirancang untuk memberikan stimulus visual dan audio yang intens. Hal ini memicu pelepasan dopamin, yang menciptakan rasa puas instan akan tetapi membuat kita semakin sulit menikmati aktivitas dengan tempo lebih lambat, seperti membaca buku atau berdiskusi mendalam.
  3. Kehilangan Kemampuan Fokus
    Dr. Gloria Mark dari University of California menemukan bahwa rata-rata pekerja hanya bisa fokus selama 11 menit sebelum akhirnya akan terganggu oleh notifikasi atau godaan digital lainnya.

Dampak Brainrot

Masyarakat Indonesia Lebih Suka Drama Korea Dibanding Drama Buatan Lokal? In

Brainrot tidak hanya memengaruhi produktivitas, tetapi juga kesehatan mental. Sebuah artikel dalam Psychological Bulletin menyebutkan bahwa overstimulasi otak dapat memicu kecemasan, insomnia, dan bahkan depresi. Selain itu, kondisi ini membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati momen sederhana karena otak terus mencari stimulasi yang lebih kuat.

Cara Mengatasi Brainrot

  1. Detoks Digital
    Batasi waktu penggunaan layer seperti gadget, laptop, televisi, terutama di malam hari. Cobalah untuk tidak menggunakan perangkat elektronik setidaknya satu jam sebelum tidur.
  2. Latihan Mindfulness
    Meditasi dan teknik pernapasan membantu menenangkan pikiran dan mengurangi efek overstimulasi.
  3. Konsumsi Konten dengan Sadar
    Alih-alih menghabiskan waktu berjam-jam scroll tidak jelas, pilih konten yang benar-benar memberikan manfaat atau inspirasi.
  4. Luangkan Waktu untuk Fokus Mendalam
    Manfaatkan waktu untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi penuh, seperti membaca atau menulis.

Dalam dunia yang serba cepat ini, penting untuk belajar memprioritaskan kesehatan otak. Dengan mengenali dan mengatasi gejala brainrot, kita bisa memaksimalkan potensi diri sekaligus menjaga keseimbangan mental.

Ayo Cegah! Kelebihan Berat Badan Jadi Awal Mula Risiko Penyakit Diabetes? Kenali Penyebabnya