Penanganan Korban Perundungan Dianggap Ambigu, Kuasa Hukum Minta Bupati Banyuwangi Turun Tangan
- Istimewa
Banyuwangi, VIVA Banyuwangi –Korban dugaan perundungan, RDA (13) di SMPN 4 Banyuwangi telah selesai menjalani perawatan intensif pasca operasi akibat patah tulang di RSUD Blambangan.
Meski kondisi fisik telah berangsur pulih, namun tidak dengan kondisi psikis korban yang masih mengalami trauma, seperti yang diungkapkan kuasa hukum korban Nur Abidin, S.H.
Namun meski demikian, ia menyebut sejauh ini penanganan kliennya terbilang ambigu karena belum ada pendampingan psikologis yang sebelumnya telah dijanjikan Dinas Pendidikan (Dispendik) serta Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Banyuwangi.
"Di tanggal 16 Oktober 2023 ada memang dari Dinsos PPKB datang ke rumah sakit, namun masih sekedar menanyakan kronologis dan menjanjikan nantinya jika sudah siap, akan didampingi ke psikiater," urai Abidin kepada Banyuwangi.viva.co.id.
Namun di tanggal tersebut, Kepala Dispendik disebutnya memberikan statement kepada media bahwa telah ada pendampingan psikologis untuk korban, padahal tidak ada sama sekali.
"Baru pada tanggal 17 Oktober 2023, perwakilan dispendik yaitu wali kelas RDA, kepala sekolah SMPN 1 Banyuwangi selalu Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan 1 kepala bidang dispendik datang, itu juga tidak ada kalimat pendampingan psikologis," lanjutnya.
Para perwakilan yang datang disebutnya juga hanya bertanya mengenai kronologi kejadian dan menanyakan kapan RDA dapat kembali ke sekolah, serta meyakinkan bahwa pihak sekolah bersedia mengawalnya dari datang hingga kepulangan.
"Setelah itu foto, selesai. Kami juga bingung, yang pendampingan secara real-nya di mana untuk menghilangkan rasa trauma?," tanya Abi.
Ia menambahkan, RDA juga sempat didatangi guru sekolahnya yang mengatakan bahwa pihak korban diminta untuk ke kantor dispendik oleh kadispendik guna mendapatkan pembinaan, namun ditolak karena menurut kuasa hukum, kliennya seharusnya mendapat pendampingan psikis bukan pembinaan.
Ke depan, dirinya berharap Dinsos PPKB akan bersikap responsif untuk pemulihan kesehatan mental kliennya dengan mendatangi korban secara langsung atau mengirimkan bimbingan konseling.
"Karena kita tidak tahu kesiapan psikologisnya bagaimana, yang tahu pastinya psikolog," ujarnya.
Selain itu, dispendik diharapnya dapat melakukan tindakan konkret secara luas agar kasus seperti yang kliennya tak terjadi lagi di dunia pendidikan Banyuwangi.
"Kepala dinas mengevaluasi kepala sekolah, karena kabarnya kasus perundungan tak hanya terjadi sekali di SMPN 4," harapnya.
Begitupun Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani diharapnya dapat mengevaluasi kinerja Kepala Dispendik Banyuwangi sebab kasus perundungan terjadi secara luas.
"Sebelumnya ada di SMPN 2 Glagah, bahkan di tingkat sekolah dasar, ada di daerah Tukangkayu hingga Pesanggaran," bebernya.