Draf RUU KUHAP Dinilai Mencerminkan Kaidah Hukum Berkeadilan, Dekan FH Unmuh Jember: Perlu Konsistensi Implementasi
- Palupi Ambarwati/ VIVA Banyuwangi
Jember, VIVA Banyuwangi –Draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang kini tengah dibahas oleh DPR-RI dan menjadi pembahasan pada forum-forum akademis di tingkat nasional, kini menuai beragam tanggapan dari kalangan pakar hukum. Di tengah kritik terhadap sejumlah pasal kontroversial, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember (Unmuh Jember), Ahmad Suryono, justru memberikan pandangan yang lebih optimis.
Dalam keterangannya, Senin (19/5/2025), Ahmad Suryono menyatakan bahwa secara substansi, draf RUU KUHAP telah menunjukkan upaya serius dalam memperbarui sistem hukum acara pidana Indonesia agar lebih mencerminkan asas keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.
“RUU KUHAP ini merupakan bentuk reformasi hukum yang sangat dibutuhkan. Sebagian besar substansinya sudah bergerak ke arah penguatan prinsip fair trial, perlindungan terhadap hak tersangka dan terdakwa, serta penguatan para Aparat Penegak Hukum (APH),” jelasnya.
Menurutnya, pembaruan terhadap KUHAP yang saat ini masih menggunakan produk hukum era Orde Baru (UU No. 8 Tahun 1981) memang sudah mendesak. Dunia hukum telah berkembang, tantangan penegakan hukum semakin kompleks, dan masyarakat kini lebih sadar akan hak-haknya. Oleh karena itu, revisi terhadap KUHAP harus disambut dengan positif, selama prinsip keadilan tetap menjadi pijakan utama.
Salah satu poin yang disoroti Ahmad Suryono adalah penguatan prinsip-prinsip due process of law dalam draf RUU tersebut. Ia menilai ada upaya nyata untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memperkuat hak tersangka dalam proses hukum.
“RUU ini, misalnya, mengatur dengan lebih rinci mengenai batasan waktu penahanan, hak untuk didampingi penasihat hukum sejak awal pemeriksaan, hingga mekanisme gugatan pra-peradilan yang diperluas. Ini merupakan langkah maju,” ujarnya.
Meski demikian, Ahmad Suryono mengingatkan, tantangan utama bukan hanya pada tataran normatif, tetapi juga pada bagaimana undang-undang ini akan diimplementasikan di lapangan. Ia menekankan perlunya keseriusan negara dalam menyiapkan infrastruktur, pelatihan aparat penegak hukum, serta sistem pengawasan yang kuat.