Fodor's Travel Menyebut Bali Sebagai Destinasi yang Harus Dihindari: Apa yang Bisa Dilakukan?
- www.wallpaperflare.com
Wisata, VIVA Banyuwangi –Saat Bali dinobatkan sebagai destinasi nomor satu yang harus dihindari oleh Fodor's Magazine untuk tahun 2025, dunia pariwisata internasional terkejut. Sebuah paradoks muncul: bagaimana mungkin pulau yang dikenal sebagai "Surga Dunia" kini menjadi simbol over tourism? Namun, di balik sorotan ini, tersimpan peluang besar bagi Bali untuk merefleksikan, memperbaiki, dan bangkit lebih kuat.
Bali dan Label "No List"
Setiap tahun, Fodor's Magazine merilis daftar destinasi wisata yang sebaiknya dihindari. Untuk tahun 2025, Bali berada di urutan teratas, dengan alasan utama overtourism. Sebagai salah satu tujuan wisata paling populer di dunia, Bali memang menghadapi berbagai tantangan, mulai dari sampah plastik di pantai-pantainya hingga tekanan pada infrastruktur akibat melonjaknya jumlah turis.
Fodor's menyebutkan, “Perkembangan pesat tanpa kontrol mengancam habitat alami Bali, mengikis warisan budaya dan lingkungan, serta memicu apa yang disebut sebagai 'apokalips plastik'.” Pernyataan ini langsung menuai tanggapan dari berbagai pihak di Bali.
Fakta atau Mitos?
Meski benar bahwa beberapa pantai di kawasan selatan Bali, seperti Kuta dan Seminyak, mengalami masalah kebersihan, klaim bahwa semua pantai Bali terkubur sampah plastik sepanjang tahun adalah hiperbola. Masalah ini lebih terasa selama musim hujan, ketika sampah dari daratan terbawa aliran sungai ke laut.
Ida Bagus Agung Partha Adnyana, Ketua Bali Tourism Board, menekankan bahwa tantangan ini lebih merupakan masalah konsentrasi wisata di wilayah tertentu, terutama di Bali Selatan. “Bali tidak layak dianggap sebagai destinasi yang harus dihindari. Masalah yang dihadapi lebih pada distribusi wisata yang tidak merata, bukan over tourism secara keseluruhan,” tegasnya.
Mengurai Masalah Overtourism
Menurut data BPS Bali, provinsi ini menerima 5,3 juta turis internasional pada 2023, dengan peningkatan 22% pada pertengahan 2024. Lonjakan ini menunjukkan ketergantungan ekonomi Bali pada pariwisata, yang menjadi tulang punggung pendapatan daerah. Namun, masalah mulai muncul ketika pengelolaan lingkungan dan budaya tidak mampu mengimbangi pertumbuhan wisata yang pesat.
Kristin Winkaffe dari Winkaffe Global Travel mengungkapkan, “Sistem irigasi tradisional Bali, seperti subak, mulai terganggu karena air lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan wisata dibanding pertanian. Ini adalah ancaman nyata bagi identitas budaya Bali.”
Melihat Peluang dari Kritik
Alih-alih memandang daftar "No List" sebagai pukulan telak, banyak tokoh di Bali justru melihatnya sebagai peluang untuk introspeksi. Mantan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, menantang klaim overtourism dengan mempertanyakan dasar pengukurannya. “Apakah pernah ada studi kapasitas daya dukung? Beberapa lokasi memang macet, tetapi itu lebih karena infrastruktur yang belum memadai dan perizinan bisnis yang tidak terkendali,” ujarnya.
Wakil Ketua PHRI Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, menambahkan, “Ini adalah peringatan bagi Bali untuk bangkit. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku pariwisata, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga lingkungan, budaya, dan citra Bali.”
Regenerasi Wisata: Jalan Menuju Masa Depan
Konsep pariwisata regeneratif mulai dipertimbangkan sebagai solusi. Fokusnya adalah memberikan dampak positif pada lingkungan dan masyarakat lokal, bukan sekadar meminimalkan dampak negatif. Ini melibatkan pembagian turis secara lebih merata ke seluruh wilayah Bali, investasi pada infrastruktur yang ramah lingkungan, dan promosi budaya lokal secara autentik.
Pendekatan ini memungkinkan daerah-daerah yang kurang populer seperti Bali Utara, Timur, dan Barat untuk mendapatkan perhatian lebih. Selain mengurangi tekanan di Bali Selatan, strategi ini juga dapat memberikan pengalaman yang lebih mendalam dan bermakna bagi wisatawan.
Harapan dan Langkah ke Depan
Sorotan dari Fodor's Magazine menjadi panggilan untuk perubahan. Bali tidak hanya memiliki peluang untuk memperbaiki masalah lingkungan dan infrastrukturnya, tetapi juga untuk menjadi contoh global dalam pengelolaan destinasi wisata yang berkelanjutan.
Jika dilakukan dengan benar, Bali tidak hanya akan memulihkan reputasinya, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kokoh untuk generasi mendatang. Pulau Dewata ini memiliki semua yang diperlukan untuk tidak hanya bertahan dari kritik, tetapi juga bangkit sebagai destinasi wisata yang lebih baik dari sebelumnya.
Bali bukan hanya tentang keindahan alamnya, tetapi juga jiwa budayanya yang kaya. Dengan refleksi mendalam dan tindakan nyata, pulau ini dapat terus menjadi surga, baik bagi penduduk lokal maupun wisatawan dunia.
Destinasi No List Perennia oleh Fodor’s Travel:
- Bali, Indonesia
- Destinasi Eropa: Barcelona, Majorca, Kepulauan Canary, Venesia, dan Lisboa
- Koh Samui, Thailand
- Gunung Everest
Destinasi yang Mulai Mengalami Dampak:
- Agrigento, Sisilia, Italia
- Kepulauan Virgin Britania Raya
- Kerala, India
- Kyoto dan Tokyo, Jepang
- Oaxaca, Meksiko
- North Coast 500, Skotlandia