Apakah Kita Sedang Mengalami Brainrot? Mengenal Overstimulasi Otak di Era Digital
- www.msn.com
Gaya Hidup, VIVA Banyuwangi –Di tengah derasnya arus informasi digital, istilah "brainrot" semakin sering terdengar di kalangan pengguna internet, terutama generasi muda. Meski awalnya populer di komunitas daring seperti Tumblr dan Twitter, konsep ini kini merambah ke diskusi yang lebih luas tentang kesehatan mental dan produktivitas. Tapi, apa sebenarnya brainrot itu? Dan bagaimana dampaknya terhadap kita?
Apa Itu Brainrot?
Secara harfiah, brainrot bisa diartikan sebagai "pembusukan otak". Namun, istilah ini digunakan secara metaforis untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang merasa otaknya terlalu banyak menerima rangsangan hingga sulit fokus atau berpikir jernih. Penyebab hal ini dapat beragam, mulai dari konsumsi konten media sosial tanpa henti, binge-watching serial TV, hingga ketergantungan pada teknologi.
Menurut Dr. Daniel Levitin, seorang ahli saraf kognitif dalam bukunya The Organized Mind, otak manusia tidak dirancang untuk terus-menerus menerima informasi tanpa henti. Saat kita terpapar stimuli digital berlebih, otak masuk ke mode kerja yang berlebihan, menyebabkan kelelahan mental dan penurunan kapasitas kognitif.
Mengapa Brainrot Terjadi?
- Overload Informasi
Studi yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology menunjukkan bahwa multitasking, yang sering dilakukan saat menggunakan teknologi, mengurangi efisiensi otak hingga 40%. Kita tidak hanya memproses informasi baru, tetapi juga berusaha keras untuk menyaring mana yang relevan dan mana yang tidak. - Dopamin dan Konten Cepat Saji
Platform yang menyajikan video pendek seperti TikTok atau Instagram Reels dirancang untuk memberikan stimulus visual dan audio yang intens. Hal ini memicu pelepasan dopamin, yang menciptakan rasa puas instan akan tetapi membuat kita semakin sulit menikmati aktivitas dengan tempo lebih lambat, seperti membaca buku atau berdiskusi mendalam. - Kehilangan Kemampuan Fokus
Dr. Gloria Mark dari University of California menemukan bahwa rata-rata pekerja hanya bisa fokus selama 11 menit sebelum akhirnya akan terganggu oleh notifikasi atau godaan digital lainnya.