KPU dan Bawaslu Banyuwangi Diguyur Dana Hibah Rp 111,5 Miliar

Penandatanganan NPHD untuk Pilkada 2024
Sumber :
  • Istimewa

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banyuwangi mendapat kucuran dana hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi untuk penyelenggaraan Pilkada 2024 dengan total sebesar Rp 111,5 miliar.

Hal tersebut disepakati melalui penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bersama Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di Kantor Pemkab Banyuwangi pada Jumat, 10 November 2023.

Ipuk mengatakan, penandatanganan NPHD yang menjadi penanda awal dimulainya rangkaian pemilu yang cukup panjang tersebut juga menjadi wujud bukti dukungan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pilkada meski di tengah keterbatasan fiskal.

Dirinya berharap, nantinya akan tercipta kolaborasi antara pemerintah daerah dengan KPU dan Bawaslu sehingga pesta demokrasi dapat berjalan dengan baik. 

"Mudah-mudahan anggaran dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya," tuturnya kepada Banyuwangi.viva.co.id.

 

 

Bupati Ipuk bersama KPU Banyuwangi

Photo :
  • -

 

 

Untuk diketahui, dari total hibah sebesar Rp 111,5 miliar tersebut, dibagi menjadi 2 bagian yaitu Rp 90,2 miliar untuk KPU, sementara untuk Bawaslu adalah Rp 21,3 miliar. 

Begitu juga dengan pencairan yang akan terbagi dalam 2 bagian yaitu 40 persen dari total tersebut akan dicairkan pada 2023, sekitar 14 hari setelah penandatanganan NPHD, sementara 60 persen sisanya dicairkan pada 2024.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Banyuwangi Adrianus Yansen Pale mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Bupati Banyuwangi beserta jajaran atas diwujudkannya permohonan pendanaan pengawasan pilkada yang akan digelar pada 27 November 2024.

 

Bupati bersama Bawaslu Banyuwangi

Photo :
  • Istimewa

 

Sesuai regulasi, dari total nilai hibah yang diterima Bawaslu, 40 persen di antaranya akan dicairkan dan sebagian digunakan untuk persiapan pelaksanaan pengawasan tahapan Pilkada. 

Sedangkan mengenai penggunaan terbesar adalah untuk honorarium pengawas kelurahan/desa, pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS), serta rapat-rapat koordinasi yang sebelumnya sempat ditiadakan saat pandemi Covid-19 karena mengundang kerumunan.

"Prosesnya memang cukup panjang, mulai dari soal sinkronisasi dan rasionalisasi di internal, sampai dengan penetapan nominal," urainya.