Potensi Gempa Besar dari Dua Megathrust di Indonesia, BMKG: Tinggal Tunggu Waktu
- ANTARA/Shutterstock
Jakarta, VIVA Banyuwangi – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan akan potensi gempa bumi besar yang berasal dari dua megathrust di Indonesia. Peringatan ini dipicu oleh gempa berkekuatan magnitudo 7,1 yang memicu tsunami di Jepang, bersumber dari Megathrust Nankai, pada Jumat, 8 Agustus 2024.
Megathrust, zona pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi, memiliki potensi menghasilkan gempa kuat dan tsunami. Zona ini diprediksi dapat mengalami pelepasan energi secara berulang dengan interval waktu mencapai ratusan tahun.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa Megathrust Nankai termasuk dalam kategori seismic gap, yaitu zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam kurun waktu puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengakumulasi medan tegangan atau stress pada kerak Bumi.
Daryono mengungkapkan bahwa kondisi Megathrust Nankai ini serupa dengan dua megathrust di Indonesia, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, yang juga telah lama tidak melepaskan energinya dalam bentuk gempa besar.
"Kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap 'Seismic Gap' Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9)," ujar Daryono dalam keterangan tertulis, Minggu, 11 Agustus 2024.
Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust tersebut terakhir kali mengalami gempa lebih dari dua abad yang lalu. Megathrust Selat Sunda, dengan panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran 4 cm per tahun, pernah mengalami gempa pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo 8,5.
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar." tambahnya.
Sementara itu, Megathrust Mentawai-Siberut, dengan panjang dan lebar 200 km, serta pergeseran 4 cm per tahun, pernah mengalami gempa pada tahun 1797 dengan magnitudo 8,7 dan pada tahun 1833 dengan magnitudo 8,9.
Daryono menekankan bahwa gempa di zona megathrust berpotensi besar memicu tsunami.
"Setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut, sehingga menghasilkan tsunami," jelasnya.
Sebagai respons terhadap potensi bahaya ini, BMKG telah menyiapkan sistem pemantauan, pemrosesan, dan penyebaran informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat.
Selain itu, BMKG juga telah melakukan edukasi, pelatihan mitigasi, simulasi, dan evakuasi berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, pemangku kepentingan, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai, dan infrastruktur kritis (pelabuhan dan bandara pantai).
Upaya-upaya tersebut dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).