Mitos, Legenda, dan Sejarah Tari Baluse Sumatera Utara
- sering jalan
Budaya, VIVA Banyuwangi –Gunung Sitoli, kota utama di Pulau Nias, Sumatera Utara, bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budaya yang masih lestari hingga kini. Salah satu wujud kearifan lokal yang sarat makna adalah Tari Baluse, sebuah tarian tradisional yang menyimpan filosofi, mistis, serta cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun.
Sejarah dan Asal Usul Tari Baluse
Tari Baluse berasal dari kebudayaan masyarakat Nias, khususnya suku Nias Selatan yang terkenal dengan kehidupan masyarakatnya yang erat dengan seni perang. Kata "Baluse" sendiri dalam bahasa Nias berarti perisai, yang menunjukkan bahwa tarian ini pada dasarnya merupakan representasi dari keberanian dan ketangkasan para leluhur dalam bertarung. Sejak dahulu, Tari Baluse dijadikan sebagai simbol penghormatan kepada para pejuang yang mempertahankan tanah dan harga diri dari ancaman musuh. "Tarian ini adalah bentuk penghormatan sekaligus doa bagi para leluhur," ujar seorang tokoh adat Nias yang telah lama mempelajari budaya lokal ini.
Tarian ini telah ada sejak zaman prasejarah dan berfungsi sebagai ritual sakral untuk mempersiapkan pasukan sebelum berperang. Bahkan, Tari Baluse sering kali dijadikan sebagai sarana untuk mendemonstrasikan kekuatan dan keberanian seorang prajurit. Eksistensi Tari Baluse hingga kini tidak lepas dari perjuangan masyarakat Nias dalam mempertahankan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Makna Filosofi dan Nilai Mistis
Tari Baluse tidak hanya memiliki unsur hiburan, tetapi juga mengandung filosofi kehidupan yang mendalam. Setiap gerakan yang dibawakan penari memiliki simbolisasi tertentu. Misalnya, gerakan mengayunkan pedang dan mengangkat perisai melambangkan perjuangan hidup melawan tantangan. Hal ini mencerminkan semangat masyarakat Nias yang gigih, tangguh, dan pantang menyerah.
Selain itu, masyarakat Nias percaya bahwa Tari Baluse memiliki kekuatan mistis yang dapat melindungi mereka dari roh jahat atau malapetaka. Para penari biasanya menggunakan kostum yang terbuat dari kulit kayu serta aksesoris khas Nias seperti perisai (baluse) dan pedang (gari), yang diyakini dapat menambah kekuatan spiritual dalam ritual ini. Hingga kini, Tari Baluse sering kali ditampilkan pada acara-acara penting, termasuk upacara adat dan ritual pengusiran roh jahat.