Ubah Limbah Tahu Jadi Biogas, Langkah Membumi Atasi Pencemaran Lingkungan di Kedunggebang Banyuwangi

Nyala api kompor berbahan bakar biogas limbah tahu
Sumber :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Matahari cukup terik saat Aldi bergegas mengecek penampungan limbah cair hasil produksi tahu yang berada tidak jauh dari aliran sungai.

Soft Skill yang dibutuhkan di Dunia Kerja: Kamu Harus Punya!

Di beberapa titik, ia akan berhenti sejenak untuk memastikan aliran penampungan limbah bersih dari sumbatan.

Aktivitas ini rutin Aldi lakukan secara bergantian dengan pemuda lain sejak adanya instalasi biodigester.

Bersih Itu Sehat, Sehat Itu Bahagia! Yuk, Jaga Kebersihan Diri!

“Akhir Juli kemarin pemasangannya baru selesai, mbak,ujar anggota Karang Taruna Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi tersebut saat ditemui Banyuwangi.viva.co.id Selasa (29/8), siang.

Pemuda Karang Taruna Kedunggebang mengecek penampungan biogas

Photo :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi
Kreasi Ramah Lingkungan: Membuat Karya Seni dari Bahan Daur Ulang untuk Menghidupkan Kreativitas

Dari instalasi reaktor biogas itu, gas metana hasil limbah cair tahu dialirkan melalui pipa hingga menyambung ke kompor gas khusus.

Api kompor biogas ini berwarna biru, dengan nyala yang cukup besar layaknya gas LPG 3 kg biasa. Bedanya, untuk menyalakan kompor biogas ini, dibutuhkan pemantik api di atas tungku kompor.

Ansori, penerima manfaat biogas, menyebut pemakaian gas elpiji 3 kg berkurang jauh setelah adanya kompor biogas. Ia hanya memakai gas LPG 3 kg ketika ada acara tertentu yang butuh memasak dalam jumlah besar.

Jika sebelumnya Ansori mampu menghabiskan satu tabung gas melon dalam waktu seminggu, kini pemakaian tersebut dapat ditekan hingga 20 hari. Dengan demikian, ia dapat menghemat pengeluaran bulanan dari pembelian gas LPG 3 kg.

Tidak hanya itu, Ansori mengungkap lebih suka menggunakan kompor biogas. Menurutnya, api kompor berwarna biru membuat masakan menjadi lebih cepat matang dibanding saat pemakaian gas elpiji.

Urup e abang, bedo karo iki (nyala api gas LPG merah, beda sama ini), -Red,” katanya sambil menunjuk kompor biogas yang ada di rumahnya.

Ketua Karang Taruna Desa Kedunggebang, Erlan, mengatakan program pembuatan instalasi biogas sebenarnya sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu.

Awalnya, program biogas ini dibuat sebagai respon atas keluhan masyarakat Desa Kedunggebang terkait pencemaran sungai dari limbah cair produksi tahu.

“Sebenarnya kita itu sudah memulai, cuman skalanya kecil, jadinya nggak jalan,” terang Erlan.

Instalasi biogas ini, jelas Erlan, baru bisa terealisasi setelah melibatkan sejumlah pihak. Mulai dari swadaya masyarakat serta difasilitasi secara penuh oleh Emvitrust, lembaga wirausaha sosial yang bergerak di bidang lingkungan dan periwisata berkelanjutan.

Sebagai permulaan, biodigester saat ini dipasang di lokasi pabrik tahu dengan skala produksi yang besar.

Konstruksi biogas ini rencananya akan menyasar sejumlah titik kawasan industri tahu yang berlokasi di Desa Kedunggebang.

Suasana produksi tahu di Kedunggebang

Photo :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi

Awalnya Cemari Lingkungan, Kini Jadi Energi Terbarukan

Berdasarkan penuturan Erlan, efek limbah cair buangan dari produksi tahu ini sudah dirasakan oleh masyarakat sejak beberapa tahun terakhir.

Ini terlihat dari adanya endapan serta bau menyengat di sungai bagian hilir yang menjadi buangan limbah produksi tahu. Sehingga masyarakat Desa Kedunggebang yang berlokasi di bagian hilir sungai tidak dapat memanfaatkan aliran sungai untuk aktivitas sehari-hari.

Mengutip Maharso, Darmiah, dan Zulfikar Ali, dalam jurnalnya “Merubah Ancaman Bahaya Limbah Cair Industri Tahu Menjadi Peluang Ekonomi” yang terbit di Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.11 No.2, tahun 2014, limbah cair industri tahu mampu memberikan akibat buruk pada lingkungan karena karakteristik limbah yang panas, bersifat asam, mempunyai temperatur dan bahan organik yang tinggi serta adanya kandungan oksigen terlarut nol ppm.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru ini mengungkap jika lingkungan penerima limbah cair produksi tahu ini akan menjadi septik dan berbau.

Untuk mengatasi dampak lingkungan yang lebih parah, Erlan bersama dengan pemuda Karang Taruna lain, berupaya untuk menciptakan terobosan dari limbah cair hasil produksi pembuatan tahu.

Inisiasi ini direspon positif oleh Yusuf (25), salah satu pengrajin tahu di Desa Kedunggebang. Ia mengaku selama ini kebingungan untuk membuang limbah hasil produksi tahu miliknya.

“Pengelolaannya masih konvensional, jadi limbah biasanya ya pada dibuang langsung ke sungai,” papar Yusuf.

Ia melanjutkan, pembuangan limbah ke sungai sempat membuat beberapa masyarakat di Kedunggebang protes. Pasalnya, aliran sungai yang jadi pembuangan limbah tersebut menjadi bau dan tidak bisa dimanfaatkan untuk irigasi.

Limbah cair dari produksi tahu

Photo :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi

Senada dengan yang diungkap Yusuf, Aldi memaparkan jika limbah cair tersebut mempunyai kandungan air cuka yang tinggi. Sehingga apabila langsung dibuang ke aliran sungai dan meresap ke sumur warga, menyebabkan air tidak dapat dikonsumsi.

Meski begitu, Aldi menyebut kandungan yang terdapat pada limbah cair tahu ini dapat diolah dan dimanfaatkan. Salah satunya yaitu menjadi bahan baku untuk instalasi biogas yang dapat dialirkan ke rumah-rumah warga.

Aldi melihat, biogas dari hasil limbah tahu ini bisa menjadi solusi sekaligus berkah bagi mayakarat Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi.

“Dari sisi pengrajin bisa mengatasi pencemaran lingkungan, sementara dari sisi warga ya bisa dapat gas gratis,” ungkapnya diiringi dengan tawa.

Sementara itu, SPV Media dan Marketing Emvitrust, Agustin Nurul, mengatakan jika program instalasi biogas mulanya hanya menyasar pemilik ternak. Meski demikian, ia menyebut pengembangan biogas dengan bahan baku beragam sangat mungkin untuk dilakukan.

“Awalnya mereka ini (Karang Taruna Desa Kedunggebang) masuk di kader eco-enzyme dan composting, tapi karena mereka punya reaktornya (biogas), jadi kita fasilitasi,” ujar Agustin saat dihubungi Banyuwangi.viva.co.id secara terpisah.

Agustin menyebut, pengembangan biogas dari limbah tahu ini baiknya terus dilakukan. Pihaknya juga akan melakukan pendampingan dalam kurun waktu enam bulan dalam pengembangan biogas hasil limbah tahu di Desa Kedunggebang.

Potensi pengembangan biogas di Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi ini termasuk besar. Apalagi, menurut Erlan, Ketua Karang Taruna Desa Kedunggebang, saat ini setidaknya ada lebih dari 15 pengrajin tahu skala rumahan yang ada di kawasan tersebut.

“Harapan kami ke depan, setiap titik produksi tahu sudah ada reaktor biogasnya. Jadi masyarakat sekitar bisa merasakan manfaatnya,” tuturnya.  

Jika pengembangan biogas dapat dilaksanakan secara maksimal, masyakarat Desa Kedunggebang juga berkontribusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan mengurangi emisi karbon. Bahkan, pemuda yang juga Ketua Karang Taruna itu menyebut masyarakat juga bisa lebih sejahtera dengan pemakaian energi berkelanjutan.

“Jadi, selain menghasilkan energi terbarukan, juga mengatasi masalah pencemaran lingkungan,” pungkas Erlan.