Mengenal Pink Tote Moment, Trend Tiktok Tentang Kekerasan Verbal Orangtua dan Anak
- https://www.pexels.com/photo/mom-and-daughter-having-an-argument-8489322/
Gaya Hidup, VIVA Banyuwangi –Trend media sosial cepat sekali berkembang dan berganti. Jika secepat itu viral, maka akan ramai sekali content creator membuat trend tersebut. Tidak hanya untuk viral likes dan comment, tapi juga merupakan “awareness” kepada pengguna media sosial tentang trend tersebut. Tak terkecuali trend di Tiktok yang penggunanya sudah puluhan juta orang. Trend tiktok ini seringkali viral dan diikuti pembuatan trend yang sama oleh para content creator. Salah satunya adalah Trend Pink Tote Moment. Semakin mudah berkembang, mengingat pengguna sebagian besar tiktok adalah para generasi Z dan Alpha yang memang sangat erat dengan penggunaan media digital.
Trend Pink Tote Moment
Pink Tote Moment pada dasarnya adalah momen di mana seseorang mengalami suatu hal kecil yang rasanya sangat mengecewakan atau menyakitkan, sering kali terkait dengan hubungan dengan orang tua atau sosok lainnya. Momen ini biasanya dipicu oleh hal-sepele atau perkataan yang tidak disengaja, tapi memiliki dampak emosional yang sangat besar bagi yang mengalaminya. Kebanyakan yang membuat trend ini adalah generasi Z yang mengalami kekerasan verbal. Kekerasan verbal yang dimaksud adalah kepada ucapan verbal yang kasar dan menyakiti terhadap sesuatu hal yang semestinya tidak perlu dibesar besarkan.
Asal Usul Trend Pink Tote Moment
Istilah ini pertama kali populer setelah seorang pengguna TikTok bernama Jaycie mengunggah video dirinya menangis sambil menceritakan pengalamannya. Dalam video tersebut, Jaycie menceritakan momen ketika ibunya memintanya untuk memasukkan tutup kontainer berwarna pink ke kamarnya dengan nada yang tinggi dan umpatan. Kejadian yang kelihatannya sederhana ini ternyata memicu emosi yang sangat kuat pada Jaycie.
Mengapa viral? Tentu saja karena yang menonton merasa relate dengan emosional yang dirasakan oleh Jaycie. Konflik antara orangtua dan anak yang beda generasi. Mereka bisa memahami karena juga mengalami pengalaman yang serupa. Pepatah Jepang pernah mengatakan “Perkataan baik akan menghangatkan 3 musim dingin”. Kita akan selalu mengingat perkataan baik dan menimbulkan afirmasi positif kepada kita. Lalu bagaimana dengan perkataan buruk? Bukankah sama saja? Kita tidak akan pernah lupa jika ada seseorang yang mengatakan hal jelek kepada kita. Jika kita menerimanya dengan perasan yang down, hal ini akan membawa kita pada emosional yang jelek.
Hubungan anak dan orang tua memang rumit. Seringkali orangtua tanpa mereka sadari mengucapkan perkataan yang membuat anak merasa sakit. “Bodoh kamu”, “Gitu aja kamu ga bisa, apa sih bisanya kamu?”. Simple, tapi sakitnya sampai ke relung hati, apalagi jika itu dilakukan seringkali dengan intonasi nada yang cukup tinggi.