Permintaan Tinggi Tak Sejalan dengan Harga yang Masih Tinggi Pasca Lebaran
- Sanchia Vaneka/ VIVA Bali
Mataram, VIVA Banyuwangi –Meskipun perayaan Idul Fitri dan Lebaran Topat telah berlalu, anomali pasar justru terjadi di Kota Mataram. Tingginya permintaan masyarakat akan berbagai komoditas, termasuk cabai rawit, pasca perayaan, berbanding terbalik dengan stabilnya harga. Bahkan, harga cabai rawit terpantau masih meroket, mencapai kisaran Rp 90 ribu per kilogram.
Kepala Bidang Bahan Pokok dan Penting Dinas Perdagangan Kota Mataram, Sri Wahyunida, mengungkapkan fenomena menarik ini. Menurutnya, tingginya permintaan pasca lebaran menjadi indikasi menggembirakan akan aktifnya perekonomian dan kuatnya daya beli masyarakat di Kota Mataram. Contoh nyatanya, cabai yang baru saja tiba di warung fantasi Mataram langsung ludes terjual.
“Karena kita pikir setelah lebaran permintaan bakal menurun, tapi ternyata masih tinggi,” jelas Nida, menyoroti tingginya animo konsumen.
Namun, tingginya permintaan ini sayangnya tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan yang memadai, terutama untuk cabai rawit. Nida menjelaskan bahwa belum adanya pasokan dari luar daerah memaksa pasar Mataram sepenuhnya bergantung pada produksi lokal, yang harganya berkisar antara Rp 90 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram.
“Ini lagi kosong untuk pasokan kita yang dari luar,” tuturnya, mengindikasikan adanya kendala dalam rantai distribusi pasca arus mudik dan balik lebaran.
Kondisi ini menciptakan dilema. Di satu sisi, tingginya permintaan menunjukkan geliat ekonomi yang positif. Namun, di sisi lain, mahalnya harga cabai rawit, yang menjadi perhatian utama Dinas Perdagangan, berpotensi memberatkan masyarakat.
“Masih termasuk tinggi ya cabai rawit sekitar Rp 90 ribu,” kata Nida.