Bukan Hanya Osing! Menguak Keberagaman Bahasa Jawa di Banyuwangi Selatan

Situs petilasan mbah topeng bukti kebudayaan Jawa Mataraman
Sumber :
  • Galang Adi Pradipta/ VIVA Banyuwangi

Sudah saatnya kita menggali lebih dalam untuk memahami kekayaan bahasa Banyuwangi secara utuh, bukan sekadar membingkainya dengan stereotip yang terbatas.

Bahasa Using Identitas Banyuwangi

Berkaitan dengan kebahasaan di Banyuwangi telah diteliti oleh J. J. Ras, seorang profesor dan ahli kesusastraan Jawa serta ketua KITLV pertama di Jakarta. Pada tahun 1982, Ras melalui penelitiannya yang berjudul Inleiding tot het Modern Javaans mencoba menelaah dialek-dialek bahasa di pulau Jawa tak terlupa daerah Banyuwangi.

Menurut Ras Using dianggap sebagai dialek asli Banyuwangi dan merupakan dialek yang paling berbeda dibandingkan dengan dialek lainnya. Penekanan dalam pengucapan diletakkan pada suku kata terakhir. Pada suku kata terbuka, vokal seperti /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/ sering berubah menjadi diftong seperti /aᴐ/, [ai], [au], [ae], atau [ao]. Hal inilah yang cukup khas dari bahasa Using dengan pemberian diftong untuk setiap akhir vokalnya.

Untuk suku kata terakhir yang berakhiran /h/, /r/, atau /n/, vokal /a/ diubah menjadi [ya]. Sementara itu, jika akhir kata berakhiran /k/, /p/, atau /t/, suara tersebut menjadi bersuara (contohnya diucapkan seperti /g/, /b/, atau /d/). Selain itu, dialek ini menggantikan akhiran -aké dengan -aken dan prefiks dak- serta kok- dengan ésun dan sira.

Sebagai pengganti kata aku, kowe, dan dèwèké, digunakan ésun, sira, dan iyané. Kata lain seperti ora, isih, yên, dan sing juga berubah menjadi sing, magih, kadung, dan kang.