Sejarah Tari Gandrung yang Menjadi Ikon dan Ciri Khas Banyuwangi
Kesenian gandrung dari Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan Tirtagondo untuk membangun ibu kota Balambangan, sebagai pengganti dari Pangpang atau Ulu Pangpang atas prakarsa dari bupati pertama Banyuwangi, yaitu Mas Alit yang dilantik pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulu Pangpang.
Tari Gandrung pada mulanya dilakukan oleh kaum laki-laki bernama Marsan yaitu penari gandrung pertama. Mereka membawa peralatan musik berupa kendang dan beberapa rebana atau terbang.
Setiap hari, para Marsan ini berkeliling dan mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa rakyat Blambangan yang berada di sebelah timur atau saat ini daerah tersebut meliputi Kab. Banyuwangi.
Hal itu disebabkan sisa rakyat yang tinggal di daerah tersebut hanyalah mencapai 5000 jiwa, karena peperangan yaitu penyerbuan kompeni yang dibantu oleh Mataram serta Madura pada sekitar tahun 1767 untuk merebut Blambangan dari kekuasaan Mengwi, hingga berakhirnya perang Bayu yang cukup sadis, keji maupun brutal dan dimenangkan oleh Kompeni pada 11 Oktober tahun 1772.
Menurut cerita, jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri maupun menjadi tawanan, hilang dan lainnya tidak tentu. Beberapa rakyat mungkin dibuang atau di selong oleh Kompeni dan diperkirakan mencapai hingga lebih dari 60.000 jiwa.
Sementara itu, sisanya yaitu 5000 jiwa rakyat hidup terlantar dengan keadaan yang memprihatinkan, terpencar di desa-desa, di pedalaman atau bahkan banyak yang memutuskan untuk berlindung di hutan.