Prof. M. Arief Amrullah: Efisiensi Pra Penuntutan Belum Maksimal

Pakar Hukum Pidana Universitas Jember, Prof. M. Arief Amrullah
Sumber :
  • Palupi Ambarwati/ VIVA Banyuwangi

Jember, VIVA Banyuwangi –Wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan praktisi hukum. Pakar Hukum Pidana Universitas Jember (UNEJ), Prof. M. Arief Amrullah, menilai rancangan KUHAP yang tengah disusun masih memiliki sejumlah celah yang perlu diperbaiki.

Dalam acara talk show bertajuk “R-KUHAP: Kolaborasi atau Kompetisi Antar Penegak Hukum?” di salah satu radio di Kabupaten Jember, Prof. Arief menyoroti beberapa isu krusial dalam rancangan KUHAP baru, salah satunya terkait peran korban dalam sistem peradilan pidana.

"Dalam KUHAP yang lama, perhatian lebih banyak diberikan kepada pelaku, sementara hak-hak korban sering kali terabaikan. Hal ini perlu mendapat perbaikan dalam revisi KUHAP yang akan datang," ujarnya.

Selain itu, ia juga menyoroti permasalahan dalam tahap pra penuntutan, yang menurutnya masih sering berbelit-belit dan memakan waktu terlalu lama. Hal ini disebabkan oleh berkas perkara yang bolak-balik antara penyidik dan jaksa penuntut umum.

"Pemangkasan atau bahkan penghilangan tahap penyelidikan juga menjadi isu yang perlu dicermati dengan hati-hati. Jika tidak diatur dengan baik, hal ini bisa berpotensi menghambat keadilan dan memperlambat penanganan perkara," tegasnya.

Sebagai solusi, Prof. Arief mengusulkan pemanfaatan teknologi dalam proses hukum guna memastikan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan benar-benar terpenuhi.

"Penyidik Polri dan jaksa penuntut umum bisa melakukan penyidikan bersama dan pra penuntutan secara bersamaan, meskipun tidak harus bertatap muka langsung. Dengan sistem digital yang terintegrasi, setiap pertanyaan atau kekurangan dalam berkas dapat segera dilengkapi di waktu yang sama. Hal ini akan memangkas waktu dan meningkatkan efisiensi proses hukum," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penggunaan teknologi juga dapat meningkatkan transparansi serta kesetaraan antara penyidik dan jaksa penuntut umum.

"Mereka adalah sesama penegak hukum. Dengan sistem yang lebih transparan, tidak akan ada lagi kecurigaan atau ketidakseimbangan dalam proses hukum," tambahnya.

Dalam konteks revisi KUHAP, Prof. Arief menegaskan bahwa segala perubahan yang dilakukan harus mengarah pada perbaikan sistem peradilan pidana agar lebih adaptif dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

"Kita harus memastikan bahwa hukum pidana kita terus berkembang dan dapat menjawab tantangan zaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan bagi semua pihak," pungkasnya.