Sikerei Mentawai: Sang Penjaga Roh Leluhur yang Masih Hidup di Tengah Modernitas
- jurnal minang
Budaya, VIVA Banyuwangi –Kabupaten Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat terkenal dengan keindahan alam dan kearifan lokal yang tersimpan dalam tradisi Sikerei. Sikerei, yang berarti "dukun" dalam bahasa Mentawai, tidak hanya sebuah profesi tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur, alam, dan semesta. Dalam upacara adat Sikerei, setiap elemen alam dipandang sebagai entitas hidup yang saling terhubung.
Upacara ini kerap kali mencakup tarian, nyanyian, serta ritual penyembuhan yang sarat akan nilai mistis. Seorang Sikerei dipercaya memiliki kemampuan berkomunikasi dengan arwah leluhur dan roh penjaga alam. "Sikerei adalah penjaga keseimbangan," ungkap Maritus Saogo, seorang antropolog yang meneliti tradisi Mentawai.
Asal Usul dan Filosofi Mendalam Sikerei
Sejarah Sikerei diperkirakan telah ada sejak ribuan tahun lalu. Menurut hikayat Mentawai, peran dukun muncul dari kebutuhan masyarakat akan seorang mediator spiritual. Tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikannya simbol identitas budaya suku Mentawai.
Bagi masyarakat lokal, menjadi Sikerei bukan sekadar pilihan, melainkan panggilan jiwa. Proses inisiasi calon Sikerei sangat panjang, melibatkan pelatihan intensif dalam memahami tanaman obat, teknik penyembuhan, hingga kemampuan membaca tanda-tanda alam.
Filosofi utama Sikerei terletak pada prinsip "Arat Sabulungan," yaitu keyakinan bahwa setiap benda memiliki roh. Tradisi ini mengajarkan masyarakat untuk hidup selaras dengan alam tanpa merusaknya.