Tradisi Ojong: Warisan Leluhur di Lumajang, Pemersatu Budaya dan Ajang Uji Ketangguhan

Tradisi Ojung di Lumajang
Sumber :
  • tvOne news

Lumajang, VIVA BanyuwangiTradisi Ojong merupakan tradisi budaya warisan leluhur yang hingga kini terus dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Kenikmatan Kuliner Holat Tapanuli Selatan, Resep dan Eksistensinya

Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang dan biasanya diselenggarakan sebagai bagian dari ritual ruwat atau bersih desa, khususnya pada bulan Suro.

Ritual ini menjadi bentuk penghormatan kepada alam serta doa bagi kesejahteraan desa.

Nasi Balap Puyung adalah Hidangan Khas Lombok yang Menggoda dengan Rasa Pedas, Gurih, dan Bumbu Khas

Seiring berjalannya waktu, Tradisi Ojong tidak hanya terkait dengan acara ruwatan desa saja.

Kini, tradisi ini juga dijadikan ajang hiburan sekaligus upaya melestarikan budaya.

Menyelami Eksotisme Dekke Naniura: Kuliner Khas Tapanuli yang Memanjakan Lidah

Masyarakat memanfaatkannya dalam berbagai acara tasyakuran keluarga, sebagai sarana untuk memupuk solidaritas dan kebersamaan antarwarga.

Seperti pergelaran Tradisi Ojong berlangsung di Desa Sememu, Kecamatan Pasirian, Lumajang.

Acara ini diinisiasi oleh Slamet, seorang warga setempat yang berusia 50 tahun.

“Memang kalau kata orang tua dahulu, Tradisi Ojong ini merupakan tradisi minta turun hujan disamping sebagai sarana menguji ilmu kekebalan tubuh. Tapi sekarang lebih sebagai ajang pelestarian tradisi warisan nenek moyang,” ujar Slamet kepada tvOnenews.com.

Panggung Ojong, Hiburan Sekaligus Tantangan

Pantauan di lokasi menunjukkan antusiasme ribuan warga yang hadir untuk menyaksikan pertandingan Ojong di tengah teriknya matahari.

Tradisi ini digelar di pertigaan jalan Desa Sememu dengan panggung berukuran 6x6 meter dan setinggi 1,5 meter, tempat berlangsungnya pertandingan.

Para penonton terlihat sangat menikmati jalannya pertandingan, yang menjadi bagian penting dari acara tersebut.

Dalam pertandingan Ojong, peserta yang ikut hanya dari kalangan pria, dan setiap pemain dibekali sebatang rotan sepanjang 110 sentimeter.

Rotan tersebut digunakan sebagai alat untuk memukul dan menangkis serangan dari lawan.

Seiring dengan serangan dan tangkisan, lantunan musik gamelan tradisional terus mengiringi, menambah semangat para peserta sekaligus memperkuat nuansa kearifan lokal.

Dua, seorang wasit yang memimpin pertandingan ini, menjelaskan aturan main Ojong kepada para penonton.

“Aturan main dalam pertandingan Ojong ini sangat mudah. Dua pemain nantinya akan diadu ketangkasannya dalam memukul ke arah punggung lawan maupun menangkis pukulan lawan. Jumlah pukulan bisa lima hingga 10 kali sesuai kesepakatan,” terangnya.

Pertandingan ini berlangsung dengan intensitas tinggi, di mana para pemain berusaha saling menyerang dan bertahan.

Pemenang ditentukan berdasarkan jumlah bekas pukulan rotan yang terlihat di punggung para pemain.

“Jadi yang jumlah pukulannya sedikit, dialah pemenangnya,” tambah Dua.

Ojong sebagai Ujian Ketangguhan dan Solidaritas

Tidak hanya diikuti oleh pemain yang sudah berpengalaman, pertandingan Ojong juga menarik minat banyak pemula.

Aadalah Imam Fatoni, peserta yang baru tiga kali mengikuti pertandingan Ojong.

Imam mengaku tidak memiliki persiapan khusus selain mental yang kuat.

“Saya sudah tiga kali mengikuti Ojong. Ini yang keempat kalinya. Tidak ada persiapan khusus, yang penting mental harus kuat dan tinggal bagaimana kita nantinya bisa lihai dan tangkas dalam menangkis pukulan lawan,” ungkapnya.

Imam juga mengaku bahwa dalam pertandingan ini, tantangan fisik cukup besar, terutama saat terkena sabetan rotan yang menyebabkan rasa sakit.

“Tadi saja dari 10 pukulan aku kena delapan, sakit sih iya tapi senang,” tambah Imam sambil tertawa.

Meskipun hadiah yang diterima tidak sebanding dengan rasa sakit yang dialami, Imam tetap merasa puas dan senang bisa berpartisipasi.

Baginya, yang terpenting adalah kebanggaan dapat melestarikan budaya leluhur yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

“Kalau dibilang sakit sih iya, tapi tetap senang bisa berpartisipasi melestarikan budaya leluhur. Tadi dapat hadiah kaus dan sarung. Yang penting lagi, semoga lekas turun hujan,” ujarnya penuh harap.

Pelestarian Budaya yang Membawa Nilai Positif

Tradisi Ojong bukan hanya tentang hiburan semata, tetapi juga tentang menjaga kelestarian budaya dan membangun kebersamaan di antara masyarakat.

Di tengah derasnya arus modernisasi, masyarakat Lumajang tetap teguh mempertahankan tradisi ini sebagai bagian penting dari identitas kultural mereka.

Sebagai warisan leluhur, Tradisi Ojong juga memiliki nilai-nilai simbolis yang dalam adalah sebagai bentuk doa dan harapan bagi kelangsungan hidup desa.

Seperti yang dijelaskan oleh Slamet, Ojong pada awalnya merupakan ritual permohonan agar hujan turun, yang penting bagi kelangsungan pertanian di desa. Kini, meski fungsinya sudah bergeser, esensi dari tradisi ini tetap terjaga.

Harapan untuk Masa Depan Tradisi Ojong

Dengan adanya acara seperti Tradisi Ojong, masyarakat Lumajang menunjukkan komitmennya dalam menjaga dan melestarikan warisan leluhur.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga menguatkan hubungan sosial dan mengajarkan pentingnya kebersamaan.

Diharapkan, generasi mendatang tetap menghargai dan merawat tradisi ini agar tidak hilang ditelan zaman.

Melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka Tradisi Ojong, masyarakat Desa Sememu berharap agar tradisi ini terus berkembang dan dikenal lebih luas.

Selain sebagai warisan budaya, tradisi ini juga bisa menjadi daya tarik wisata budaya yang mampu meningkatkan perekonomian desa melalui kunjungan wisatawan.