Tradisi Pantang Larang Masyarakat Melayu Kepulauan Riau Masih Dijaga Hingga Kini

Ilustrasi Anak gadis depan pintu adalah pantang larang
Sumber :
  • Freepik : @alexeygilskin

Budaya, VIVA BanyuwangiKepulauan Riau (Kepri) yang terdiri dari 2 kota dan 5 kabupaten memiliki suku asli Melayu. Mayoritas penduduknya berbahasa melayu. Dalam penggunaan bahasa sehari hari walau menggunakan Bahasa Indonesia logat melayu tentu saja masih terasa. Dalam kepercayaan Masyarakat Kepri, Pantang Larang adalah tradisi lisan yang erat dipakai dalam kehidupan sehari hari.

3 Kampus Terbaik di Dunia Versi THE WUR 2025: Sejarah dan Program Studi Paling Diminati!

Hingga saat ini, kepercayaan rakyat atau takhayul yang secara turun-temurun memang diyakini memiliki arti dan kebenaran tersendiri, meskipun perkembangannya tidak seluas masa dahulu.

Untuk beberapa hal dalam kehidupan sehari hari, Generasi Z dan Generasi Alpha ini masih diajarkan kepercayaan pantang larang ini dengan saklek dan harus dilakukan.

Sejarah Singkat 5 Kampus Terbaik di Indonesia Versi THE WUR 2025!

Pantang Larang dalam Budaya Melayu ini tidak hanya diyakini oleh Masyarakat Kepri saja, Provinsi Riau yang dulunya tergabung dalam satu Provinsi ini juga masih banyak yang mempercayai Pantang Larang ini. Ada beberapa kepercayaan atau tahayul yang dipercaya.

Adapun kepercayaan pantang larang yang masih familiar bagi masyarakat Bintan mengenai seputar kehamilan, masa lahir bayi dan anak-anak yaitu :

Masa Kehamilan

Legenda Baldwin IV: Raja Kusta yang Menulis Sejarah Yerusalem

1.     Pantang larang masa kehamilan masyarakat Kepri.  Seorang suami dilarang melukai apalagi membunuh hewan pada saat isterinya sedang hamil. Jika dilakukan maka bayi yang lahir akan mengalami kelainan atau bahkan lahir dalam kondisi cacat fisik. Kelainan pada bayi akibat dilanggarnya pantangan ini dapat diobati dengan Seorang suami dan ibu hamil tidak boleh memancing selama si istri mengandung karena dipercaya anaknya akan lahir sumbing

2.     Larangan melilitkan handuk maupun benda lainnya ke leher diyakini anak yang lahir terlilit tali pusar.

3.     Masih mempercayai gunting, paku, bawang sebagai penangkal pengaruh roh-roh jahat. Selama ibu hamil, pergi kemanapun harus membawa gunting, paku atau bawang.

4.     Ibu hamil dan Ibu yang melahirkan belum sampai 40 hari tidak boleh turun ke laut, dipercaya akan dilarikan hantu.

Masa Kelahiran

Selanjutnya, pada masa lahir bayi, ada beberapa kepercayaan rakyat yang masih dipercayai oleh masyarakat Melayu Kepri

1.     Bayi harus digendong menjelang magrib, dan dilarang keluar rumah pada saat adzan magrib, agar tidak diganggu hantu.

2.     Larangan bayi dibawa keluar pada tengah hari atau pada saat matahari di atas kepala, nanti akan disapa oleh makhlus halus dan menyebabkan anak sakit.

3.     Plasenta anak bayi harus dibersihkan dan dikubur dalam-dalam di tanah yang bersih, kalau tidak, nanti sang anak akan sering sakit-sakitan atau akan diikuti terus oleh roh jahat atau binatang buas.

Masa Anak Anak

Dan  pada masa anak-anak, kepercayaan pantang larang yang masih di yakini antara lain :

1.     Anak-anak tidak boleh membuka payung di dalam rumah, nanti disambar petir.

2.     Anak anak tidak boleh baring telungkup dan menyilangkan kaki, kalau tidak orangtuanya akan meninggal.

3.     Larangan anak tidak boleh bersiul di malam hari, nanti ular masuk rumah.

4.     Anak-anak tidak boleh memotong kuku malam hari, nanti orang tuanya meninggal.

5.     Anak-anak tidak boleh duduk di atas bantal, nanti bisul.

6.     Anak-anak tidak boleh menyisakan makanan, nanti makanannya menangis

7.     Tidak boleh duduk didepan pintu bagi anak gadis, nanti orang yang datang meminang tidak akan jadi menikah.

Makna yang Terkandung

Pantang larang maupun kepercayaan masyarakat Kepri memiliki nilai-nilai agama, budaya, mencerminkan kesantunan. Sebenarnya tujuan dalam pantang larang adalah menanamkan hal hal kebaikan hanya saja cenderung menjadi tidak masuk akal dan sulit untuk diterima dan dipraktikkan oleh generasi sekarang terutama Gen Z dan Alpha.

Namun mengingat hal itu selalu disebut dan terulang ulang menjadi tertanam untuk dilakukan. Sebagai contoh “Anak anak tidak boleh duduk diatas bantal, nanti bisul”.

Sebenarnya makna yang terkandung adalah Bantal itu memang digunakan untuk tidur dan tidak sepantasnya diduduki.

Selain itu, kepercayaan masyarakat juga menumbuhkan harapan masyarakat terhadap pantang larang dan kepercayaan yang dianggap memiliki petanda baik maupun petanda buruk.

Petanda baik akan membuat mereka mendengarnya dan menjadi penyemangat untuk melakukan segala sesuatu, sementara apabila pertanda buruk, maka akan menjadi pesan untuk berhati-hati, dan bersiap menghadapi sesuatu kedepannya.