Jalan Terjal Perajin Wayang Kulit di Banyuwangi, Bertahan Meski Pembeli Terus Berkurang

Sutrisno sedang memperhatikan pahatan wayang buatannya
Sumber :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Meski sudah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO, nampaknya jalan kesenian wayang kulit untuk mempertahankan diri di tengah gempuran budaya multinasional di era digital masih cukup terjal.

Kenikmatan Kuliner Holat Tapanuli Selatan, Resep dan Eksistensinya

Beberapa faktor mulai dari regenerasi dalang, perajin, dan antusias penggemar menjadi bagian penting yang tidak bisa dipisahkan. Sebab, jika salah satunya tak jalan, eksistensi wayang kulit itu sendiri yang akan dipertanyakan.

Minat masyarakat terhadap pagelaran wayang kulit yang semakin menurun juga turut berimbas pada pelaku seni yang menekuni bidang tersebut.

Menyelami Eksotisme Dekke Naniura: Kuliner Khas Tapanuli yang Memanjakan Lidah

Hal ini pula yang turut dirasakan oleh Sutrisno, perajin wayang kulit dari Desa Tapanrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.

Sebagai desa yang dikenal dengan Kampung Matraman karena banyak keturunan Jogjakarta, menurut Sutrisno saat ini hanya tersisa dirinya seorang yang masih menekuni profesi sebagai perajin wayang kulit.

Mitos, Legenda, dan Sejarah Tari Baluse Sumatera Utara

Padahal, terang Sutrisno, dahulu banyak warga di Desa Tapanrejo yang menghidupi bidang kesenian wayang kulit, mulai dari dalang, perajin hingga penggemar kesenian tersebut.

Proses pembuatan wayang

Photo :
  • Litalia Putri / VIVA Banyuwangi
Halaman Selanjutnya
img_title