Candi Cetho, Lekat Makna Spiritualitas dan Basah Akan Sejarah
- https://www.google.com/search?q=Candi+Cethp&oq=Candi+Cethp&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOdIBCDIwNDBqMGo5qAIAsAIB&sourceid=
Budaya, VIVA Banyuwangi – Silam mengandung banyak tanya. Keadaan itu memantik kita menelusuri sejarah guna mengetahui, bahwa yang silam itu belum mati, namun hidup ditengah-tengah manusia yang menjemput perubahan.
Kita dipertemukan oleh peninggalan yang silam. Coretan lukisan di gua-gua, ukiran batu yang menyampaikan makna dan informasi, hingga rentetan candi yang mengandung sakral.
Di Karanganyar, Jawa Tengah berdiri sebuah candi di punggung Gunung Lawu. “Goh Wiku Hahut iku,” sebuah kata tersirat di sebuah teras pintu masuk candi Cetho, yang menunjukan waktu bertepat 1397 saka atau 1497 Masehi. Candi Cetho berdiri di ketinggian 1400 mdpl.
Candi itu begitu eksotis. Sesuai namanya ‘cetho’ yang berarti adalah jelas, para pengunjung dapat menyaksikan hamparan daratan luas di tengah hawa nan dingin galibnya daerah pegunungan.
Candi Cetho bisa dikata sebagai candi tertinggi, lantaran letaknya berada di ketinggian gunung lawu, tepatnya berada di desa Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Peninggalan Majapahahit
Candi Cetho didirikian pada sekitar abad ke-15 oleh kekuasaan Majapahit rasa Brawijaya V. Setelah hengkang dari kekuasaannya lantaran dikudeta oleh anaknya sendiri, ia memutuskan untuk bersemadi mencari petunjuk atas kepelikan yang mengujinya.