Terungkap! Mitos atau Fakta di Balik Kengerian Film 'Pabrik Gula' yang Viral?
- www.imdb.com
Film, VIVA Banyuwangi – Demam film horor kembali melanda! Kali ini, layar lebar dihiasi dengan Pabrik Gula, sebuah film yang diangkat dari kisah-kisah viral yang sempat menggemparkan jagat maya ala SimpleMan. Namun, di tengah kengerian yang disajikan, muncul pertanyaan besar: benarkah cerita ini berakar dari kejadian nyata, atau sekadar bumbu fiksi untuk menakut-nakuti penonton?
Film Pabrik Gula membawa kita ke dalam dunia para pekerja musiman yang dihantui serangkaian kejadian mistis menjelang panen tebu. Suasana mencekam semakin menjadi-jadi saat berbagai pantangan dilanggar, diduga memicu amarah para penghuni tak kasat mata di area pabrik. Keselamatan para pekerja pun terancam di tengah hiruk pikuk produksi.
Pihak pabrik tak tinggal diam. Berbagai cara dilakukan untuk meredakan gangguan makhluk halus yang menghambat operasional, terutama menjelang momen krusial penggilingan tebu. Mulai dari persembahan sesajen berupa sapi hingga ritual khusus telah dicoba, namun hasilnya nihil. Hingga akhirnya, satu-satunya harapan tersisa adalah menghidupkan kembali tradisi kuno yang dikenal dengan sebutan 'manten tebu'.
Lantas, seberapa jauh kesamaan antara film Pabrik Gula dengan kenyataan? Jawabannya, film ini adalah karya fiksi yang terinspirasi dari beragam kisah viral di media sosial. Namun, menariknya, beberapa elemen penting dalam film ini ternyata memiliki akar yang kuat dalam budaya masyarakat sekitar pabrik gula di Indonesia.
Salah satu tradisi yang nyata dan masih lestari hingga kini adalah manten tebu. Tradisi ini bukan sekadar cerita usang, melainkan ritual tahunan yang dilakukan oleh komunitas di sekitar pabrik gula di Jawa Timur sebelum musim penggilingan dimulai.
Menurut penelitian Nofi Antikasari dan Octo dari Universitas Negeri Surabaya yang tertuang dalam jurnal Baradha (Januari 2023), manten tebu biasanya digelar setiap bulan April atau Mei. Upacara ini memiliki tujuan mulia, yaitu mempererat tali silaturahmi antara petani tebu dan pihak pabrik gula demi kelancaran proses produksi.
Layaknya pernikahan sungguhan, dalam tradisi ini dipilih dua batang tebu istimewa sebagai simbol pengantin. Satu batang tebu pria diberi nama Raden Bagus Rosan, sementara tebu wanita anggun disapa Dyah Ayu Roromanis. Tebu yang dipilih pun bukan sembarangan, melainkan bibit unggul. Tebu manten wanita berasal dari kebun pabrik, sedangkan tebu manten pria diambil dari lahan petani, melambangkan sinergi antara kedua pihak.