Perangkap Maut di Myanmar: Warga Banyuwangi Jadi Korban Sindikat Scam Online

Sosialisasi migrasi aman SBMI bersama disnaker di desa desa.
Sumber :
  • Agung Subastian/ VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi –Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus online scam kembali menimpa dua warga Banyuwangi, Jawa Timur, yang diduga dipaksa bekerja sebagai operator penipuan di Myanmar. Peristiwa ini menyoroti betapa rentannya masyarakat Indonesia terhadap praktik perdagangan orang yang semakin marak, terutama melalui tipu daya penawaran pekerjaan di media sosial.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Buruh Migran Indonesia (DPW SBMI) Jawa Timur, Endang Yulianingsih, kedua korban berasal dari wilayah selatan Banyuwangi. “Kami mendapat aduan bahwa dua warga Banyuwangi, yaitu RY (30) dan GA (31), menjadi korban TPPO di Myanmar. Mereka direkrut melalui tawaran pekerjaan di media sosial dan dipaksa bekerja secara ilegal dalam jaringan sindikat penipuan,” ujar Endang, Sabtu 9 November 2024.

Endang menjelaskan, modus perekrutan ini sangat terstruktur. Tawaran pekerjaan diiklankan melalui media sosial oleh agen yang mengaku berasal dari Bogor. Para korban dijanjikan pekerjaan sebagai marketing dengan gaji menarik sebesar Rp12 juta per bulan dan penempatan di Thailand. Namun, kenyataannya, mereka justru dibawa ke Myanmar dan dipekerjakan sebagai scammer atau operator penipuan dalam sebuah gedung yang dijaga ketat. “Para korban dipaksa bekerja hingga 19 jam setiap hari untuk mengoperasikan penipuan melalui media sosial dan telepon,” tambah Endang pada Banyuwangi.viva.co.id.

Janji Palsu di Balik Jerat Online Scam

GA, salah satu korban yang berhasil menghubungi SBMI, mengaku tertarik dengan tawaran tersebut setelah melihatnya di Facebook. Agen perekrut memberikan jaminan pekerjaan dengan gaji besar yang tampak realistis. “Kami dijanjikan pekerjaan marketing dengan gaji Rp12 juta per bulan di Thailand. Namun, saat tiba di Myanmar, kami malah dipaksa bekerja sebagai scammer,” kata GA melalui pesan foto tulisan tangan yang dikirimkan ke SBMI.

Menurut GA, hidup mereka di tempat penampungan sangat keras dan penuh tekanan. Mereka diharuskan mencapai target harian yang tinggi, dan jika gagal, hukuman fisik menjadi konsekuensi yang harus mereka terima. Hukuman tersebut tidak main-main; mulai dari push-up ratusan kali, dijemur di bawah terik matahari, hingga pukulan dengan pipa besi. “Kalau target tidak terpenuhi, kami dihukum secara fisik. Kami diperlakukan seperti tahanan,” ungkapnya dalam pesan tersebut.

Data Maraknya TPPO di Indonesia