8 Hal Paling Mengejutkan dari Filosofi Stoa yang Mengubah Cara Pandangmu

Hal Paling Mengejutkan dari Filosofi Stoa yang Mengubah Cara Pandangmu
Sumber :
  • https://www.stoicsimple.com/the-8-most-surprising-life-lessons-from-stoic-philosophy/

Filosofi, VIVA Banyuwangi – Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, banyak orang mencari panduan untuk menjalani hidup yang lebih bermakna. Tak disangka, jawabannya bisa ditemukan dalam ajaran kuno yang telah teruji waktu: Filsafat Stoa. Lebih dari sekadar teori usang, Stoa menawarkan seperangkat alat praktis untuk menghadapi tantangan zaman sekarang.

Pantang Menyerah! 7 Prinsip Filosofi Stoic untuk Terus Melangkah Maju

Seseorang yang menyelami ajaran ini bertahun-tahun lalu terkejut menemukan bahwa kebijaksanaan para filsuf Stoa, seperti Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca ternyata ajarannya sederhana namun sangat bermakna.

Mereka bukan pemikir abstrak, melainkan orang-orang nyata yang menghadapi masalah serupa dengan kita. Warisan pemikiran mereka tetap relevan hingga kini. memberikan pelajaran hidup yang mengejutkan dan mencerahkan. Berikut ini 8 pelajaran hidup yang paling mengejutkan dalam filosofi stoa:

1. Kita Tidak Diwajibkan Memiliki Pendapat Tentang Segala Isu

3 Cara Stoic Menemukan Tujuan Hidup, Apa Makna Kehidupanmu?

Apakah kita sering merasa tertekan untuk selalu memiliki pendapat tentang setiap isu? Di era ini, kita seolah dituntut untuk cepat menentukan sikap, misalnya dari urusan olahraga hingga politik.

Kita  selalu merasa perlu memiliki pendapat yang kuat, bahkan tentang hal-hal yang kurang kita pahami. Mengakui ketidaktahuan dianggap sebagai kelemahan.

Seni Tidak Membenci Orang: 6 Prinsip Stoik untuk Melihat Hal Positif pada Semua Orang

Namun, filosofi Stoa, terutama ajaran Marcus Aurelius, mengubah pandangan ini. Kita belajar bahwa menghindari penilaian terburu-buru bukanlah tanda kelemahan, dan tidak perlu terikat pada kelompok tertentu.

Kita juga belajar untuk memilah isu yang benar-benar penting bagi kita. Kini, kita dengan mudah mengatakan, "Maaf, saya belum punya pendapat tentang hal itu," dan hidup kita menjadi jauh lebih tenang.

2. Sumber Kebaikan dan Keburukan Hanya Ada di Dalam Diri

Epictetus mengajarkan bahwa kebaikan dan keburukan berasal dari dalam diri. Awalnya, konsep ini terdengar tidak masuk akal. Seperti kebanyakan orang, selama ini diyakini bahwa segala sesuatu yang bermanfaat atau merugikan hanya berasal dari luar, terutama dari orang lain.

Namun, pandangan Epictetus terbukti benar, manusia memiliki kemampuan internal untuk menghadapi berbagai masalah. Persepsi terhadap situasi negatiflah yang seringkali menjadi sumber penderitaan.

Setelah menyadari hal ini, dipahami bahwa kekuatan pikiran memiliki peran besar dalam menghadapi kehidupan. Dunia pun terasa lebih mudah dihadapi.

3. Ketahanan Diberikan Bukan Sekadar untuk Kemudahan Hidup

Ajaran Epictetus menyingkap kebenaran bahwa ketangguhan manusia bukan sekadar untuk kemudahan. Bukan kekuatan fisik yang dimaksud, melainkan kemampuan nalar dan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan berat.

Kita mewarisi ketangguhan dari ribuan generasi, dan pikiran kita terasah untuk mengatasi kesulitan. Epictetus mengubah cara pandang terhadap tantangan. Bukan lagi beban, melainkan kesempatan untuk berkembang.

Kita diberi kesempatan untuk bekerja, beradaptasi, dan menghadapi perubahan. Sebagaimana burung tidak diberi sayap hanya untuk berjalan, manusia tidak diberi ketangguhan hanya untuk hidup tanpa masalah. Inilah esensi dari keberadaan manusia.

4. Kita Bisa Memilih untuk Bahagia di Mana Pun Kita Berada

Sebelum mempelajari karya-karya filsuf Stoa seperti Seneca, banyak orang cenderung percaya bahwa kebahagiaan terletak di tempat lain. Mereka membayangkan kebahagiaan berada di lokasi eksotis, tujuan perjalanan yang jauh, atau petualangan yang terpencil.

Namun, Stoisme mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak bergantung pada lokasi eksternal. Ibarat rumput, kebahagiaan tumbuh subur di tempat yang dirawat dengan baik. Perjalanan memang dapat memberikan kesenangan, tetapi esensi kebahagiaan tidak berbeda antara lokasi eksotis dan lingkungan sehari-hari.

Jika seseorang tidak dapat menemukan kebahagiaan di tempatnya saat ini, kemungkinan besar ia juga tidak akan menemukannya di tempat lain.

Socrates pernah menyampaikan pertanyaan yang bijak kepada temannya, "Bagaimana mungkin perjalananmu tidak memberikan manfaat, jika dirimu sendiri selalu ikut serta?" Kebahagiaan bukanlah tentang lokasi fisik, melainkan tentang karakter dan kondisi batin seseorang. Hal ini dapat dikembangkan di mana pun orang itu berada.

5. Kesalahan Dilakukan Karena Ketidaktahuan, Bukan Kesengajaan

Pernahkah seseorang mendapati dirinya berpikir, “Saya lebih pintar dari mereka'? Ini adalah jebakan yang terkadang kita semua alami dan selama bertahun-tahun, pemikiran semacam itu menghalangi pemahaman tentang seberapa banyak kesamaan yang dimiliki dengan orang lain.

Para filsuf Stoa membantu menyadari bahwa setiap orang berpikir mereka mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Inilah cara pikiran manusia terstruktur. Kita semua cenderung merasa paling pintar di ruangan tersebut, dan bahwa kita membuat pilihan terbaik.

Socrates pernah berkata, “tidak ada yang melakukan kesalahan dengan sengaja.” Orang melakukan apa yang mereka anggap cerdas, berdasarkan apa yang mereka ketahui.

Setelah memahami bahwa kita semua berusaha sebaik mungkin dengan apa yang kita miliki, timbul rasa sabar yang lebih besar terhadap semua orang (termasuk diri sendiri)

6. Harapan dan Ketakutan Pada Dasarnya Hal yang Sama

Seneca menulis bahwa Harapan dan Ketakutan pada dasarnya adalah hal yang sama dan butuh waktu untuk memahami betapa kuatnya konsep tersebut. Harapan dan Ketakutan sama-sama membawa kita keluar dari momen saat ini. Keduanya membuat kita fokus pada hal-hal yang belum terjadi.

Hal-hal yang mungkin tidak akan terjadi sama sekali. Tentu saja, ini tidak berarti Harapan sepenuhnya buruk. Namun, Seneca mengajarkan untuk tidak membiarkannya mengalihkan perhatian dari apa yang terjadi saat ini.

Mempelajari Stoisme membantu memahami bahwa cara terbaik untuk membentuk masa depan adalah dengan fokus pada apa yang dilakukan di momen ini. Di sinilah semua pekerjaan nyata terjadi.

7. Tidak Ada Keharusan untuk Terus-Menerus Memperbarui Diri dengan Informasi dan Berita

Seseorang terbiasa selalu mencari berita terbaru, takut ketinggalan satu pun berita utama. Ia terus-menerus mengejar informasi tambahan, fakta baru, dan data yang lebih banyak.

Filosofi Stoa, terutama ajaran Epictetus, mengajarkan bahwa mengejar setiap informasi baru sama seperti mencoba menghitung setiap tetes air di lautan. Hal ini melelahkan dan, sejujurnya, cukup tidak berarti. Sebagai gantinya, ia belajar untuk fokus pada apa yang ada di hadapannya.

Kini, ia belajar fokus pada hal-hal yang ada di depan mata, hal-hal sederhana dan biasa. Ia menyadari bahwa tidak perlu mengetahui segalanya untuk menjalani kehidupan yang baik, dan tidak perlu melihat setiap berita utama untuk membuat kita bahagia.

8. Kenyamanan Terasa Saat Memahami Dunia Akan Terus Ada Walau Diri Tiada

Sebelumnya, pemikiran bahwa eksistensi diri hanyalah sekejap mata dalam skenario besar kehidupan menimbulkan kegelisahan yang mendalam. Impian akan warisan abadi, agar hidup dan karya terpatri selamanya, sangatlah mendominasi. Namun, kesadaran bahwa semua itu hanya sementara, seperti tulisan di pasir yang lenyap dihempas ombak, sungguh tidak menyenangkan.

Namun, kebijaksanaan Marcus Aurelius dan para filsuf Stoa kuno menyadarkan akan keindahan sejati alam semesta: gelombang akan terus berdatangan, pegunungan tetap menjulang, dan lembah-lembah senantiasa menghijau.

Sekarang, kedamaian menyelimuti, memahami bahwa dunia akan terus berjalan, bahkan saat diri ini tiada.

Kedelapan pelajaran hidup dari Filosofi Stoa ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang menuju kebijaksanaan. Semoga hikmah yang telah dibagikan dapat menjadi bekal berharga dalam menghadapi lika-liku kehidupan.

Ingatlah, ketenangan dan kebahagiaan sejati berawal dari dalam diri. Mari terapkan prinsip-prinsip Stoa dalam kehidupan sehari-hari dan rasakan perubahannya.