Lumajang Darurat Putus Sekolah: Uang Tambang Lebih Menarik dari Ijazah?

Suasana belajar sebuah SMP
Sumber :
  • Dok. Smp IT Syuhada/ VIVA Banyuwangi

Lumajang, VIVA Banyuwangi –Krisis pendidikan tengah melanda Kabupaten Lumajang. Data terbaru menunjukkan bahwa sebanyak 5.848 anak usia sekolah memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan.

Seru dan Edukatif! Mainan Sederhana Ini Bisa Melatih Fokus Anak Usia 3 Tahun

Angka ini sangat mengkhawatirkan dan menjadi sorotan serius bagi berbagai pihak.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang, Yusuf Ageng Pangestu, mengungkapkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab utama.

Waspada Erupsi Gunung Semeru, Warga Dihimbau Tetap Siaga

"Banyak orang tua yang lebih memilih anaknya bekerja di tambang karena upahnya yang menjanjikan," ujarnya.

Upah harian seorang pekerja tambang bisa mencapai Rp 200.000, jumlah yang cukup besar bagi sebagian masyarakat Lumajang.

Uang Tambang Lebih Menggiurkan

Korban Pengeroyokan 6 Orang Santri Ponpes NAA Desa Alasbuluh Kritis dan Koma, Keluarga: Mohon Doanya

Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran prioritas di kalangan masyarakat.

Uang tunai yang didapat dari bekerja di tambang dianggap lebih penting daripada masa depan yang cerah melalui pendidikan.

"Bagi mereka, ijazah tidak sebanding dengan uang yang bisa langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," tambah Yusuf.

Peran Pesantren

Selain faktor ekonomi, keberadaan pondok pesantren juga turut mempengaruhi angka putus sekolah.

Banyak orang tua yang memilih memasukkan anaknya ke pesantren dengan harapan mendapatkan pendidikan agama yang lebih mendalam.

Namun, tidak semua pesantren memiliki fasilitas pendidikan formal yang lengkap.

"Banyak siswa yang tercatat putus sekolah karena mereka tercatat sebagai santri di pesantren yang tidak memiliki sekolah formal," jelas Yusuf.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah setempat tengah mendorong program "Sekolah Tamu".

Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi santri untuk mengikuti pelajaran di sekolah formal terdekat.

Tantangan ke Depan

Meskipun pemerintah telah berupaya mengatasi masalah putus sekolah, namun tantangan yang dihadapi masih sangat kompleks.

Selain faktor ekonomi dan keberadaan pesantren, faktor sosial budaya juga turut berperan.

Stigma terhadap pendidikan formal yang masih kuat di beberapa kalangan masyarakat menjadi salah satu hambatan.

"Bagi mereka, ijazah tidak sebanding dengan uang yang bisa langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Yusuf Ageng Pangestu, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang.

Masalah putus sekolah di Lumajang merupakan tantangan serius yang membutuhkan solusi komprehensif.

Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh anak.

Investasi pada pendidikan adalah investasi bagi masa depan bangsa.