Dugaan Pencabulan Yang Dilakukan Oknum Guru As di Desa Wonorejo Dilaporkan Polisi
- Istimewa
Situbondo, VIVA Banyuwangi –Kasus dugaan pencabulan yang diduga dilakukan AS, oknum guru sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) terus bergulir. Wali murid yang tidak ingin peristiwa tersebut terulang, kini melaporkan kasus dugaan pencabulan yang dilakukan pada puluha pelajar SDN tersebut pada Polisi.
“Iya, kasus itu memang ada. Sekarang ditangani oleh unit PPA Polres Situbondo,” ujar Kapolsek Banyuputih, AKP Hasan Bisri.
Pengungkapan dugaan pencabulan tersebut terjadi setelah peristiwa itu menjadi pembahasan di grop percakapan whatspp wali murid.
Wali murid yang kawatir anaknya juga menjadi korban, langsung bertanya pada buah hati mereka masing-masing dan membenarkan dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru As tersebut.
Oknum Guru As Mengulang Perbuatan Dua Tahun Lalu
Bahkan ada dugaan peristiwa yang dilakukan oknum guru yang mengajar di sekolah tersebut sejak tahun 2016 telah menelan puluhan korban yang didominasi pelajar kelas, 4, 5 dan 6.
Malahan, peristiwa menonjol terkait dugaan pencabulan itu pernah terjadi dua tahun lalu dan oknum guru itu telah diberikan sanksi pembinaan.
Kini kasus dugaan pencabulan kembali terulang, dan sejumlah wali murid melaporkan hal ini ke Polres Situbondo.
“Unit PPA sudah melakukan klarifikasi pada sejumlah saksi-saksi dan beberapa korban. Penyidik masih berusaha untuk menggali permulaan peristiwa,” tutur Kasi Humas Polres Situbondo, Iptu Ahmad Sutrisno.
Oknum Guru As Telah Dinonaktifkan
Usai dilakukan pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti, penyidik unit PPA Polres Situbondo akan melakukan gelar perkara.
Di sisi dinas, oknum guru As kini telah dinonaktifkan dari profesinya sebagai guru di sebuah SDN di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur sejak peristiwa ini bergulir.
“Benar, sudah dinonaktifkan. Untuk statusnya sebagai ASN, itu menjadi kewenangan dari Dinas Pendidikan,” kata Kepala SDN tempat oknum guru As mengajar, Rinakso pada Banyuwangi.viva.co.id.
Sebelumnya, puluhan pelajar kelas 4,5 dan 6 menolak masuk kelas saat jam pelajaran oknum guru tersebut dimulai.
Jika masuk kelas, puluhan siswi ini memilih masuk saat jam pelajaran sudah akan berakhir. Diduga mereka trauma dan enggan untuk berinteraksi dengan oknum guru As tersebut.