Mengapa Jepang Sering Dilanda Gempa Bumi?
- Tangkapan Layar Youtube : NHK WORLD-JAPAN
Gaya Hidup, VIVA Banyuwangi – Gempa bumi M 6,9 yang mengguncang bagian barat daya Jepang pada 13 Januari 2025 pukul 21.19 waktu setempat , tepatnya di Pulau Kyushu cukup menggemparkan dunia. Frekuensi gempa seringkali melanda Jepang, menimbulkan beberapa pertanyaan. Mengapa negara yang terkenal dengan bunga sakura ini cukup sering dilanda gempa bumi?
Pada tahun 1825, ahli vulkanologi G.P. Scrope mendeskripsikan rangkaian gunung berapi di sekitar Samudra Pasifik dalam bukunya Considerations on Volcanos. Sekitar 30 tahun kemudian, buku tentang Ekspedisi Perry ke Jepang menyebutkan bahwa Kepulauan Jepang berada dalam "lingkaran besar gunung berapi" yang mengelilingi pantai Pasifik, dari Tierra del Fuego hingga Maluku.
Selain itu ada beberapa lempeng tektonik yang berada di sekitar Jepang. Seperti Lempeng Pasifik, Filipina, Eurasia dan Amerika Utara. Interaksi lempeng berperan aktif dalam gempa bumi yang terjadi kemarin. Dua lempeng tektonik yang bergerak saling mendekat dapat menyebabkan salah satu lempeng masuk ke bawah lempeng lainnya melalui proses subduksi. Zona subduksi ini sering menjadi pusat gempa bumi besar dan aktivitas vulkanik yang intens.
Gempa bumi dapat merusak infrastruktur seperti bangunan, jalan, dan sistem utilitas, mengganggu aktivitas ekonomi, serta menyebabkan kesulitan dalam evakuasi dan distribusi bantuan. Dampaknya juga mencakup kehilangan tempat tinggal dan trauma psikologis bagi masyarakat, mempersulit pemulihan kehidupan sehari-hari.
Pemerintah Jepang telah melakukan upaya mitigasi untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi yang sering melanda. Mulai dari edukasi mitigasi kepada anak-anak hingga orang dewasa. Memberikan rambu-rambu evakuasi yang mudah dimengerti oleh para anak-anak sehingga mereka dapat melakukan evakuasi sewaktu-waktu gempa mengguncang.
Jepang mengatasi bencana, terutama gempa bumi, dengan edukasi mitigasi sejak dini dan pemasangan Sistem Peringatan Gempa. Sistem ini mengirimkan notifikasi melalui handphone untuk memberi masyarakat waktu melakukan evakuasi ke tempat aman.
Selain itu, Jepang menyiapkan peraturan bangunan tahan gempa di kawasan rawan bencana. Bangunan harus tahan gempa hingga 100 tahun dan tidak rusak dalam 10 tahun. Pelanggar peraturan akan dikenakan sanksi berat.