Bu Kulah Blangpidie Keajaiban Kuliner Aceh yang Sarat Makna dan Misteri
- seputar aceh
Kuliner, VIVA Banyuwangi –Bu Kulah Blangpidie, kuliner tradisional Aceh yang satu ini memang menyimpan sejuta pesona. Lebih dari sekadar makanan, ia adalah representasi dari kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Aceh, khususnya di Blangpidie.
Bentuknya yang unik, rasa yang lezat, serta filosofi dan mitos yang menyelimutinya menjadikan Bu Kulah Blangpidie sebagai warisan kuliner yang patut dilestarikan.
Asal Usul dan Sejarah
Sayangnya, asal usul Bu Kulah Blangpidie masih diselimuti misteri. Tidak ada catatan sejarah yang mengungkapkan secara pasti kapan dan bagaimana kuliner ini pertama kali muncul.
Namun, beberapa ahli sejarah menduga bahwa Bu Kulah telah ada sejak zaman kerajaan Aceh Darussalam.
Konon, Bu Kulah dulunya merupakan hidangan istimewa yang hanya disajikan untuk raja dan para bangsawan.
Bentuknya yang menyerupai gunung diyakini melambangkan kebesaran dan kekuasaan raja.
Seiring berjalannya waktu, Bu Kulah mulai menyebar ke masyarakat dan menjadi hidangan wajib dalam berbagai acara adat dan keagamaan, terutama Maulid Nabi Muhammad SAW.
Filosofi dan Makna Simbolis
Di balik bentuknya yang sederhana, Bu Kulah Blangpidie sarat akan makna filosofis.
Bentuk kerucutnya melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan nasi di dalamnya melambangkan rezeki dan kemakmuran.
Selain itu, Bu Kulah juga menjadi simbol kebersamaan dan gotong royong.
Proses pembuatannya yang melibatkan banyak orang, mulai dari melayur daun pisang hingga menata Bu Kulah di atas dulang, mencerminkan semangat kebersamaan dan saling membantu dalam masyarakat Aceh.
Mitos dan Legenda
Tak hanya kaya akan filosofi, Bu Kulah Blangpidie juga dihiasi dengan berbagai mitos dan legenda.
Mitos yang populer adalah larangan untuk membalikkan Bu Kulah. Konon, membalikkan Bu Kulah dapat membawa sial bagi yang melakukannya.
Ada juga legenda yang mengisahkan tentang seorang putri raja yang jatuh cinta pada seorang pemuda miskin.
Sang putri kemudian membuatkan Bu Kulah sebagai ungkapan cintanya. Namun, cinta mereka ditentang oleh raja.
Akhirnya, sang putri dan pemuda itu melarikan diri dan hidup bahagia di sebuah desa terpencil.
Resep dan Cara Pembuatan
Meskipun terkesan rumit, cara membuat Bu Kulah Blangpidie sebenarnya cukup sederhana.
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain beras, santan, daun pisang, dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai.
Pertama, beras dicuci bersih dan direndam selama beberapa jam. Kemudian, beras dikukus hingga setengah matang.
Selanjutnya, santan dan bumbu-bumbu dicampur dan dimasak hingga mendidih.
Beras yang telah dikukus kemudian dicampur dengan santan dan bumbu.
Daun pisang dilayur di atas api hingga layu. Kemudian, adonan nasi dibungkus dengan daun pisang membentuk kerucut.
Bu Kulah kemudian dikukus kembali hingga matang.
Eksistensi Bu Kulah Blangpidie Hingga Kini
Meskipun zaman terus berubah, Bu Kulah Blangpidie tetap eksis dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh, khususnya di Blangpidie.
Kuliner ini masih menjadi hidangan wajib dalam berbagai acara adat dan keagamaan.
Bahkan, kini Bu Kulah Blangpidie juga mulai dikenal di luar Aceh. Banyak rumah makan dan restoran yang menyajikan Bu Kulah sebagai menu andalan.
Hal ini tentu saja membanggakan, karena menunjukkan bahwa kuliner tradisional Aceh mampu bersaing dengan kuliner modern.
Bu Kulah Blangpidie bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya akan makna dan filosofi.
Keberadaannya hingga kini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh masih menjaga dan melestarikan tradisi leluhur.