Menghidupkan Tradisi: Cara Warga Tengger Gunung Bromo Mengisi Liburan Nataru dengan Permainan Kitiran
- Reconstantine Jeneva Carravello/ VIVA Banyuwangi
Pasuruan, VIVA Banyuwangi –Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia. Liburan Natal dan Tahun Baru sering kali menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga dan komunitas. Di Desa Baledono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, warga suku Tengger memilih untuk menghidupkan kembali permainan tradisional "kitiran" sebagai bentuk pelestarian budaya. Selain menjadi sarana hiburan, aktivitas ini juga menjadi upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap gadget.
Kitiran: Permainan Tradisional yang Sarat Makna
Permainan kitiran, atau yang dikenal juga sebagai baling-baling bambu, telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Tengger sejak lama. Bermain kitiran membutuhkan hembusan angin kencang, yang biasanya terjadi pada akhir tahun. Dengan bahan utama berupa bambu, permainan ini sederhana namun mampu menciptakan kesenangan luar biasa bagi anak-anak hingga orang dewasa.
Arka, seorang siswa SMP yang antusias bermain kitiran, mengungkapkan, "Saya senang bermain kitiran karena lebih seru daripada main HP. Apalagi bisa buat sendiri dan main bareng teman-teman."
Menghidupkan Kearifan Lokal
Tidak hanya anak-anak, para orang tua di Desa Baledono juga turut mendukung pelestarian permainan ini. Samsuri, salah seorang warga, menjelaskan bahwa permainan kitiran bukan sekadar hiburan, tetapi juga simbol kearifan lokal yang patut dilestarikan. "Permainan ini mempertahankan budaya lokal kami dan mencegah anak-anak terlalu banyak bermain HP," ujarnya.
Permainan kitiran sering dimainkan pada pagi atau sore hari saat angin bertiup kencang. Di bawah langit cerah dan udara sejuk lereng Gunung Bromo, warga berkumpul dan bermain bersama. Aktivitas ini menjadi ajang mempererat kekompakan komunitas sekaligus menjaga tradisi yang diwariskan turun-temurun.