Beras Mahal, Pedagang Lontong Lelah Tekan Keuntungan
- Fitri Anggiawati/ VIVA Banyuwangi
Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Kian mahalnya beras di pasaran menimbulkan efek ke berbagai sektor, termasuk pedagang lontong yang sehari-hari menggunakan beras sebagai bahan baku.
Seperti yang dialami pedagang lontong di Pasar Banyuwangi, Nurhasanah yang mengaku lelah terus menekan keuntungan.
Hal tersebut karena kenaikan harga lontong yang dijualnya, dari harga seribu menjadi Rp 1.250 banyak dikeluhkan oleh pelanggannya.
“Saya harus bagaimana, ukuran diperkecil protes, naikkan harga Rp 250 diprotes, padahal beras mahal,” kata Nurhasanah pada Banyuwangi.viva.co.id.
Rata-rata pelanggannya adalah pedagang bakso dan rujak yang akan kembali menjual lontong tersebut di dagangan mereka.
Para pedagang tersebut memprotes karena naiknya harga dikhawatirkan juga akan berpengaruh pada harga perporsi atau keuntungan pedagang.
“Saya sendiri terus nekan keuntungan karena takut pelanggan lari,” ungkapnya.
Sementara itu, setiap harinya, Nurhasanah membutuhkan 20 kilogram untuk semua lontong yang dijualnya.
Nurhasanah mengaku memakai perbandingan 15 kilogram beras lokal kualitas premium yang dioplos dengan beras SPHP milik Bulog sebanyak 5 kilogram.
Ditanya mengapa tak pakai beras SPHP agar dapat menekan biaya, Nurhasanah mengaku tak dapat melakukannya karena akan berpengaruh pada kualitas lontongnya.
Untuk diketahui, beras lokal kualitas premium saat ini tembus Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu perkilonya, sementara beras SPHP milik bulog dibanderol Rp 51 ribu per-5 kilogram.