Toxic Positivity: Saat Kamu Terlalu Memaksa Diri untuk 'Selalu Baik-Baik Saja'
- https://unsplash.com/photos/man-in-o
Kesehatan, VIVA Banyuwangi –Bersikap positif dan berpikir positif menjadi dua hal yang saling beriringan. Kamu pasti pernah mendengar para konten kreator membicarakan dua hal tersebut di sosial media mereka. Sikap positif dan pikiran yang positif itu bagus untukmu, tapi tetap harus ada porsinya alias tidak boleh berlebihan.
Kalau kamu bersikap dan berpikir positif namun mengabaikan emosi negatif (marah, sedih, kecewa), berarti kamu ada di posisi yang salah. Menghindari emosi negatif justru bisa membuat kesehatan mentalmu buruk. Perlu kamu ketahui, sepositif apapun dirimu, penting bagimu untuk mengekspresikan emosi negatif.
Kamu sudah tau belum istilah toxic positivity? Toxic positivity merupakan situasi di mana individu, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, merasa harus selalu menunjukkan sikap dan pikiran yang positif sambil mengabaikan atau menolak keberadaan emosi negatif. Lalu apa saja ciri-ciri toxic positivity dan bagaimana mengatasinya? Yuk, simak selengkapnya di sini.
Ciri-ciri Toxic Positivity
Ucapan menjadi sebab umum munculnya toxic positivity. Mungkin, niatmu baik ingin menyemangati temanmu yang sedang sedih, tapi bukan berarti kamu menyalahkan emosi negatif temanmu. Berikut ini adalah ciri-ciri orang yang toxic positivity:
- Menekan emosi yang sedang dialami dan berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja.
- Cenderung mengabaikan persoalan atau enggan menghadapi kenyataan yang kurang menyenangkan.