PT KAI Daop 9 Jember: Perlintasan Kereta Api Liar Segera Dinormalisasi
Lumajang, VIVA Banyuwangi – Banyaknya jumlah perlintasan sebidang di wilayah Kabupaten Lumajang, PT KAI Daop 9 Jember, mempunyai keinginan untuk melakukan normalisasi terhadap perlintasan sebidang tersebut.
Hal ini diungkapkan Manager Hukum dan Humasda KAI Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro, ketika ditanyai Banyuwangi.viva.co.id, Rabu 8 Mei 2024.
“Sepakat. Normalisasi perlintasan liar yang tidak memenuhi syarat sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 94 Tahun 2018 Tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang Antara Jalur Kereta Api Dengan Jalan,” katanya.
Hanya saja, dikatakan Cahyo, ada beberapa pihak yang perlu sejalan sefrekuensi agar, PT KAI tidak melampaui kewenangan.
“Siap akan kami asess dan mapping kembali,” tambahnya.
Saat dimintai keterangan soal banyaknya jumlah perlintasan sebidang yang masih ada hingga saat ini, khusus di Kabupaten Lumajang, total perlintasan sebanyak 36 lokasi. Yang terjaga sebanyak 13 lokasi, maksudnya 11 dijaga PT KAI, 1 dijaga Pemda/Dishub, 1 dijaga swadaya masyarakat.
“Yang tidak terjaga sebanyak 23 lokasi, ini khusus di Kabupaten Lumajang saja,” imbuhnya.
PT KAI Daop 9 Jember, sudah sering kali mengajak masyarakat untuk lebih waspada saat berada di jalur kereta api, sebab kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api dengan kendaraan pada perlintasan sebidang masih cukup sering terjadi.
Berdasarkan data, di wilayah PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 9 Jember selama Tahun 2024 dari bulan Januari – Mei, total telah terjadi sebanyak delapan kejadian di perlintasan.
Terakhir insiden yang melibatkan KA Pandalungan relasi Gambir – Jember dengan mobil minibus di JPL 146 kilometer 70+8/9 antara Stasiun Pasuruan – Stasiun Rejoso, Selasa 7 Mei 2024.
"Delapan kejadian dalam kurun waktu lima bulan, atau rata-rata setiap bulan terjadi satu kali insiden yang melibatkan kereta api dengan pengguna jalan di perlintasan, tentu merupakan fakta yang memprihatinkan," ujar Cahyo Widiantoro, Manager Hukum dan Humas KAI Daop 9 Jember.
“Jumlah 8 Insiden kecelakaan di perlintasan sebidang pada Tahun 2024 ini sama dengan jumlah kejadian Tahun 2023 dari Bulan Januari – Mei. Bedanya jika Tahun 2024 paling banyak terjadi pada bulan Januari dengan 5 kejadian, pada Tahun 2023 paling banyak bulan Februari dengan 3 kejadian,” terangnya.
Di wilayah Daop 9 Jember yang memiliki panjang lintas aktif 261 kilometer dan terbentang dari Pasuruan sampai Banyuwangi, memiliki 325 perlintasan.
Dari jumlah tersebut, 303 merupakan perlintasan sebidang, sedang 22 diantaranya perlintasan tidak sebidang, berupa fly over atau underpass.
“Dari 303 perlintasan sebidang, sebanyak 166 lokasi dijaga oleh KAI, Pemda/Dishub, Swasta dan swadaya masyarakat. Sedangkan sisanya 137 lokasi tidak terjaga dan liar,” imbuhnya.
Banyaknya perlintasan sebidang yang tidak terjaga dan juga panjangnya wilayah kerja, KAI Daop 9 Jember memerlukan dukungan semua stakeholders terkait untuk turut menjaga agar kejadian di perlintasan sebidang tidak terus terulang.
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 wewenang untuk penanganan dan pengelolaan perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan dilakukan oleh pemilik jalan sesuai kelas jalannya yang meliputi perlintasan sebidang yang berada di jalan nasional, di jalan provinsi, dan perlintasan sebidang yang berada di jalan kabupaten/kota dan desa.
Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum tidak memberatkan hanya kepada satu pihak tetapi memerlukan peran aktif semua pihak dan merupakan tanggung jawab bersama. Adanya pemahaman dan kesadaran oleh semua pemangku kepentingan, maka keselamatan yang diharapkan akan terwujud.
“Unsur yang penting dalam terciptanya keselamatan lalu lintas di perliintasan sebidang adalah masyarakat selaku pengguna jalan untuk lebih sadar dan tertib mengikuti aturan berkendara di perlintasan sebidang,” katanya.
Aturan berkendara pada perlintasan sebidang itu diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 menyatakan yaitu, Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Kemudian pada UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 114 menyatakan yaitu, Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
“Jangan lagi ada korban di perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan. Pastikan jalur yang akan dilalui sudah aman, tengok kanan dan kiri, serta patuhi rambu-rambu yang ada,” tutup Cahyo.