Jamasan Pusaka Banyuwangi: Melestarikan Tradisi Sakral dan Warisan Budaya Jawa

Jamasan Pusaka Banyuwangi Melestarikan Tradisi Warisan Budaya
Sumber :
  • jumroini subhan / Viva Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi - Prosesi Jamasan Pusaka, sebuah tradisi rutin dalam masyarakat Jawa, dilakukan setiap bulan Suro, termasuk di Kabupaten Banyuwangi. Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman kerajaan dan tetap lestari hingga saat ini.

Cerpen Bahasa Using, Judul: Jerangkong

Padepokan Watu Semar, bersama warga dan para pegiat budaya, dengan khidmat menggelar tradisi jamasan pusaka. Lebih dari seratus keris suci disucikan dalam upacara ini, prosesi itu menggunakan 9 sumber mata air bertuah.

Selain Padepokan Watu Semar sebagai tuan rumah, turut hadir Pelestari Budaya Jawa dari Kediri, Panji Blambangan, dan beberapa komunitas budaya lainnya. Mereka hadir dengan membawa keris dan tosan aji lainnya untuk turut serta dalam prosesi jamasan.

Sendratari Meras Gandrung: Penggambaran Perjuangan Keras Seorang Penari

Menjamas pusaka adalah proses memandikan atau membersihkan pusaka dengan tujuan untuk merawat dan menjaganya agar tetap bebas dari karat, sehingga tetap terjaga dari kerusakan. Proses ini melibatkan tahapan membersihkan dari karat atau mutih, mewarangi, hingga meminyaki dan memberi wewangian pada pusaka. Seluruh rangkaian ini disebut proses Jamasan Pusaka.

Tidak kalah pentingnya dalam prosesi ini adalah sikap batin yang harus menghormati dan sama sekali tidak meremehkan. Hal ini menjadi bentuk kehormatan kita terhadap karya sang empu pembuat pusaka dan sebagai ungkapan terima kasih atas berkah Tuhan yang diberikan pada pusaka tersebut.

Ini Kata Wisatawan Tentang Budaya di Banyuwangi

Prosesi ini juga merupakan wujud rasa terima kasih kepada para pemimpin terdahulu yang pernah menggunakan pusaka-pusaka yang dijamasi. Selain itu, ini juga adalah bentuk penghormatan kepada benda-benda yang pernah ikut berjasa dalam berdirinya suatu wilayah, baik secara lahiriyah maupun batiniyah.

Konon, pusaka-pusaka yang dijamasi ini pernah dipergunakan oleh para pemimpin dalam mempertahankan martabat, menumpas kejahatan, serta menjadi simbol derajat seseorang. Terlepas dari sudut pandang kepercayaan, tradisi ini juga bertujuan untuk mengenang, bernostalgia, dan memberikan pembelajaran kepada generasi sekarang tentang sejarah masa lalu.

Halaman Selanjutnya
img_title