Tradisi Petasan Ramadan, Antara Euforia dan Kekhawatiran Warga
- www.antaranews.com
Tradisi, VIVA Banyuwangi –Bermain petasan atau mercon selama bulan Ramadan telah menjadi tradisi yang melekat di kalangan masyarakat, terutama anak-anak. Aktivitas ini sering dilakukan setelah shalat tarawih, menciptakan suasana yang lebih meriah di malam-malam Ramadan. Namun, di balik kegembiraan tersebut, muncul berbagai kekhawatiran terkait keselamatan dan kenyamanan ibadah.
Makna dan Tradisi di Balik Petasan
Bagi sebagian masyarakat, suara petasan menjadi simbol kebersamaan dan keceriaan di bulan suci. Anak-anak berkumpul dan bermain petasan sebagai bagian dari ekspresi kreativitas mereka. Tak jarang, suara ledakan petasan juga dianggap sebagai penanda momen-momen penting, seperti berbuka puasa dan sahur.
“Saya sejak kecil sudah terbiasa dengan suara petasan saat Ramadan. Rasanya kurang lengkap kalau Ramadan tanpa petasan,” ujar Irwan, salah seorang warga Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
Namun, di sisi lain, sebagian warga mulai merasa terganggu dengan tradisi ini, terutama karena kebisingannya yang sering mengganggu ketenangan ibadah.
Risiko dan Kontroversi
Meski dianggap sebagai bagian dari budaya Ramadan, bermain petasan juga menimbulkan risiko serius. Ledakan petasan berpotensi menyebabkan cedera, bahkan memicu kebakaran. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengingatkan bahwa permainan ini bisa membahayakan jiwa anak-anak dan orang-orang di sekitarnya.