Bekamal: Warisan Kuliner Suku Using Banyuwangi yang Menantang Waktu

istimewa. Bekamal masakan extrem suku Osing
Sumber :
  • jumroini subhan

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi –Dalam lanskap kuliner Indonesia yang kaya, tersembunyi sebuah harta karun gastronomi yang nyaris terlupakan. Di sudut-sudut Banyuwangi, Jawa Timur, Bekamal hidangan khas Suku Using masih bertahan, menantang modernitas dengan cita rasa uniknya yang berakar dari tradisi leluhur.

Lezatnya Warisan Leluhur: Potensi Kuliner Tradisional Agam yang Menggoda Lidah dan Menggoyang Dunia!

Bekamal, sebuah olahan daging fermentasi, bukan sekadar hidangan. Ia adalah cermin kearifan lokal Suku Using dalam mengawetkan makanan, jauh sebelum era refrigerasi modern. "Dulu, ketika daging masih langka, Bekamal menjadi solusi untuk menyimpan daging dalam waktu lama," ujar Andiyah (50), warga Desa Tamansuruh, Banyuwangi.

Proses pembuatan Bekamal adalah sebuah seni tersendiri. Daging, biasanya sapi atau ayam, diawetkan dengan campuran garam, gula, dan rempah-rempah. Kemudian, daging ini difermentasi selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, dalam gerabah kedap udara. "Aromanya memang khas. Bagi yang belum terbiasa, mungkin akan sedikit terkejut," Andiyah menambahkan dengan senyum.

Nias, Surga Kuliner Tersembunyi: Warisan Lezat yang Tak Lekang oleh Waktu

Namun, di balik aroma yang menantang, tersimpan cita rasa yang mengejutkan. Syukron Makmur (30), warga Desa Gintangan, menjelaskan, "Bekamal yang sudah matang memiliki rasa yang kompleks. Gurih, sedikit asam, dengan sentuhan rempah yang kuat."

Bekamal bukan sekadar hidangan. Ia adalah saksi bisu perjalanan Suku Using melintasi zaman. Di era di mana makanan instan menjadi pilihan, Bekamal hadir sebagai pengingat akan kekayaan kuliner nusantara yang patut dilestarikan.

Iga Penyet: Sensasi Kuliner Pedas dan Nikmat yang Wajib Dicoba

Sayangnya, eksistensi Bekamal kini terancam. Generasi muda Suku Using mulai jarang yang membuat hidangan ini. "Prosesnya memang memakan waktu. Tidak semua orang punya kesabaran untuk itu," ungkap Rehana (49), warga Desa Tampo, Kecamatan Cluring.

Namun, di tengah ancaman kepunahan, muncul secercah harapan. Beberapa pegiat kuliner lokal mulai mengangkat kembali Bekamal ke permukaan. Syukron Makmur, misalnya, kini memproduksi Bekamal dengan merek Paglak Osing Gintangan. "Kami ingin Bekamal bisa dinikmati lebih banyak orang, termasuk para wisatawan," jelasnya.

Bekamal kini hadir dalam berbagai olahan. Dari tumisan sederhana hingga isian Sego Jajang - nasi yang dibungkus daun pisang dan dibakar dalam bambu. Inovasi ini membuat Bekamal lebih mudah diterima oleh lidah modern, tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.

Kehadiran Bekamal di meja makan bukan hanya soal rasa. Ia adalah jembatan yang menghubungkan generasi masa kini dengan kearifan masa lalu. Setiap suapan Bekamal adalah pengalaman merasakan sejarah, tradisi, dan identitas Suku Using.

Di era di mana batas-batas budaya semakin kabur, Bekamal berdiri tegak sebagai penanda identitas. Ia adalah bukti bahwa di tengah arus globalisasi, kearifan lokal masih memiliki tempat yang relevan.

Pelestarian Bekamal bukan hanya tugas Suku Using. Ia adalah tanggung jawab kita bersama sebagai pewaris kekayaan kuliner nusantara. Dengan menikmati dan mengapresiasi Bekamal, kita turut menjaga agar api tradisi ini tetap menyala, menantang waktu dan perubahan zaman.

Bekamal mungkin bukan hidangan yang mudah diterima pada pandangan pertama. Namun, di balik aromanya yang khas, tersimpan kisah panjang tentang ketahanan, kreativitas, dan kearifan Suku Using. Ia adalah warisan yang patut kita jaga, nikmati, dan banggakan.