Gagalnya Wajib Belajar 12 Tahun, Masih Adanya Anak Putus Sekolah

LSM LBSI Saat Berdiskusi Bersama Sejumlah Tokoh Masyarakat
Sumber :
  • Achmad Fuad Afdlol/viva banyuwangi

Lumajang, VIVA Banyuwangi -  Gagalnya wajib belajar 12 tahun, penyebabnya yaitu adanya anak putus sekolah. Hal ini disampaikan seorang Anggota LSM Lumajang Bergerak Satu Indonesia (LSM LBSI) Kabupaten Lumajang, Rochimawati, Rabu (13/9/2023)

Rumah Tim Sukses Bacabup Lumajang Dibondet OTK, Teror Pilkada?

Menurutnya, angka prosentase putus sekolah di Kabupaten Lumajang ini masih tinggi dan akan menjadi kendala terbesar gagalnya wajib belajar 12 tahun.   

"Karena makin tinggi tingkatan sekolah, tantangannya semakin kompleks, dan ini terbukti melalui statistik terbaru sejak tahun 2021 lalu, sangat tinggi," katanya kepada Banyuwangi.viva.co.id.  

PMI Ilegal di Malaysia Asal Lumajang Meninggal Dunia

Dari data yang diperoleh, jumlah angka anak putus sekolah pada jenjang SMA/SMK Sederajat bisa naik 110 persen kali lipat bila dibandingkan dengan angka putus sekolah jenjang SD.  

Angka tersebut meningkat pesat di jenjang SMP karena angka 0,82 menunjukkan bahwa pada setiap 1000 penduduk usia SMP/sederajat ada 9 anak yang putus sekolah.  

Inilah Wilayah Rawan Konflik Pilkada di Jawa Timur, Kapolda: Pernah Ada Kejadian Menonjol

Adapun di jenjang SMA sederajat, pada setiap 1000 penduduk usia SM-sederajat ada 11 orang yang putus sekolah.

"Salah satu contoh, angka putus sekolah menjadi kendala besar program wajib belajar 12 tahun ini, dari temuan anggota LSM LBSI Kabupaten Lumajang, ada siswi yang kurang membayar seragam sekolah akhirnya pergi ke Bali karena malu," ujarnya lagi.  

Hal inilah, kata Atiek, panggilan akrabnya, pihaknya akan melakukan pengecekan ke rumah tempat tinggal siswi yang bersangkutan, agar bisa dan mau bersekolah lagi demi penurunan angka anak putus sekolah di Kabupaten Lumajang.   

"Kita sama-sama menyadari, pendidikan adalah investasi bagi masa depan. Pemerintah pula sudah memfasilitasi layanan pendidikan dan pembelajaran. Walau begitu, kita pula tidak bisa tutup mata tentang mahalnya biaya yang harus dibayar ketika jenjang pendidikan semakin tinggi," paparnya.  

Dalam temuannya, LSM LBSI mendapati adanya iuran 150 ribu setiap bulan untuk sekolah negeri. Iuran ini dinilai cukup memberatkan terutama bagi wali murid pasca terpuruknya ekonomi akibat pandemi covid-19.

Temuan lain adalah adanya seorang murid berprestasi yang akhirnya memilih mengundurkan diri dan memilih untuk bekerja akibat tidak mampu memenuhi kewajiban bulanan tersebut.

"Kami hanya ada dana Rp 800 ribu saja, namun oleh pihak sekolah diminta untuk melunasi nya agar anak saya bisa sekolah,"' keluhnya.  

Akibat malu tidak bisa memakai seragam seperti teman-temannya, dia langsung tidak masuk sekolah sejak seminggu yang lalu.   

"Sekarang anaknya sudah pergi ke Bali, mungkin akibat malu tadi. Dan saya sudah merayu untuk balik ke Lumajang, tapi masih ditolaknya," ujarnya lagi.    

Inilah salah satu contoh gagalnya wajib belajar 12 tahun di Kabupaten Lumajang dan menurunkan angka Indek Pembangunan Manusia (IPM), karena IPM itu adalah untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.

Menurut Kasi SMA/SMK Cabang Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur Wilayah Jember, HM Khotib Al Ghazali, menuturkan jika laporan terkait temuan ini akan segera ditindaklanjuti ke sekolah yang bersangkutan.

"Kami akan segera tindaklanjuti adanya laporan LSM LBSI ini, agar tidak berlarut-larut," tutur Khotib.

Selain Khotib, pihak Kasi SMA/SMK Cabang Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur Wilayah Lumajang, Cahyo, mengungkapkan jika temuan dari LSM LBSI Kabupaten Lumajang sudah ditindaklanjuti dengan respon cepat.

"Berdasarkan penyampaian Kepala SMK Negeri Senduro, sudah kami mintai keterangan seputar adanya siswi yang drop out akibat belum melunasi uang seragam," ucapnya saat ditemui wartawan.

Cahyo mengutarakan juga kalau siswi ini sudah tidak mau kembali bersekolah, lebih menginginkan pergi ke Bali untuk bekerja.

"Kami sudah merayu orang tua bahkan anak yang bersangkutan, namun apa boleh buat. Tapi kami masih berupaya untuk bisa memulangkan siswi tersebut bagaimana caranya," bebernya.