MK Hapus Presidential Threshold 20%, Jalan Terbuka untuk Semua Partai
- VIVA.co.id
Jakarta, VIVA Banyuwangi –Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen. Keputusan ini dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis, 2 Januari 2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," tegas Suhartoyo.
Putusan ini memiliki implikasi signifikan terhadap peta politik Indonesia. Dengan dihapuskannya presidential threshold, setiap partai politik tanpa terkecuali kini berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) pada pemilihan umum mendatang. Tidak perlu lagi membentuk koalisi partai untuk memenuhi ambang batas 20 persen suara sah nasional atau persentase kursi di DPR.
Hakim Konstitusi, Saldi Isra, menjelaskan lima poin pertimbangan yang mendasari keputusan MK ini. Pertama, MK menegaskan bahwa semua partai politik peserta pemilu memiliki hak yang sama untuk mengusulkan pasangan Capres-Cawapres. Sebagai ilustrasi, jika terdapat 30 partai politik peserta pemilu, maka secara teoritis akan ada 30 pasangan Capres-Cawapres yang dapat diusung.
Kedua, MK menyatakan bahwa pengusulan pasangan Capres-Cawapres tidak lagi bergantung pada persentase kursi di DPR atau perolehan suara sah nasional. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan dominasi partai politik tertentu dan menciptakan persaingan yang lebih seimbang.
Ketiga, MK menekankan bahwa dominasi partai politik yang terjadi akibat presidential threshold membatasi pilihan bagi pemilih. Dengan penghapusan ambang batas ini, diharapkan pemilih memiliki lebih banyak pilihan dan dapat menentukan pilihannya secara lebih demokratis.
Keempat, MK menjelaskan konsekuensi bagi partai politik yang tidak mengusung Capres-Cawapres. Partai politik tersebut akan dikenakan sanksi berupa pelarangan untuk mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
Kelima, MK menyatakan bahwa perumusan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang sebelumnya mengatur presidential threshold, melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR. Proses ini, menurut MK, menjunjung tinggi prinsip partisipasi publik yang bermakna meaningful participation.