Bawaslu: Presiden Harus Netral. Jokowi Tidak

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja
Sumber :
  • Rosikin/ VIVA Banyuwangi

Jakarta, VIVA Banyuwangi – Sebagai Presiden, dalam perhelatan politik wajib mengambil sikap netral. Namun sebagai pribadi, tidak boleh netral karena memiliki hak politik yang melekat sebagai warga negara.

Intrik Politik dan Perebutan Kekuasaan: Drama Korea yang Menegangkan dan Penuh Kejutan

Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja. Kedua hal tersebut merupakan hal yang berbeda kendati melekat dalam objek yang sama.

Dikalangan masyarakat awam, ini sangat sulit dibedakan antara posisi sebagai Presiden dan posisi sebagai pribadi warga negara. Presiden sebagai jabatan, tidak boleh berpihak dan harus netral dalam perhelatan pemilihan umum. Presiden secara individu pribadi, wajib menentukan hak politiknya saat di dalam bilik suara.

KPU RI Tinjau Percetakan Surat Suara Pilkada 2024: Memastikan Kesiapan Logistik hingga Aksesibilitas

"Kepala negara ini ditanya sebagai pribadi atau sebagai kepala negara. Kalau sebagai kepala negara harus netral, 100%. Sebagai pribadi, dia tidak boleh netral saat masuk bilik suara. Ketika masuk bilik suara dia harus milih," ujar Bagja saat berada dalam acara 'Nertralitas Pemilu dan Ancaman Demokrasi' di DPP PPP, Jakarta Pusat, pada Minggu, 12 November 2023.

Begitu juga Bawaslu. Secara kelembagaan, Ketua Bawaslu juga tidak boleh memihak siapa pun namun secara pribadi, tetap memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya.

Risma Pantau Sungai Bok Wedi: Siapkan Solusi Atasi Banjir Langganan di Pantura

"Bawaslu juga netral tidak netral. Kami harus netral, Tapi boleh nggak kami tidak memilih? Jangan sampai kami jadi seperti yang di terminal itu, suruh orang naik, suruh orang milih tapi kami tidak memilih," ucapnya.

Bagja menegaskan, Sebagai Ketua Bawaslu harus bersikap netral dan harus menentukan pilihan politik saat berada dalam bilik suara saat perhelatan pemilu.

Halaman Selanjutnya
img_title